Arah Kebijakan Sekolah Hikari

Oleh: Prof. Dr. Shinji Nobira, Fadilah Hasim & Dr. Yanti Herlanti, M.Pd.

Visi

Generasi penerus yang memiliki karakter mulia dan pengetahuan dasar yang kokoh.

Misi

  1. Mengembangkan pengetahuan dasar dengan pembentukan karakter, kematangan emosional, kearifan lokal dan wawasan global.
  2. Menyelenggarakan pendidikan dan pembelajaran yang sederhana, ceria, dan efektif sesuai dengan perkembangan anak.

Motto Sekolah

Kemandirian dan Kerjasama

Tujuan Pendidikan dan Pembelajaran Sekolah Hikari

  1. Menyemai rasa empati dan rasa kebersamaan pada anak-anak.
  2. Membiasakan anak-anak bermain dan belajar dengan baik bersama temannya.
  3. Melatih anak-anak agar mampu menjaga diri mereka sendiri
  4. Mengajarkan anak-anak untuk memahami berbagai persepektif dan nilai-nilai secara individu, komunitas dan global
  5. Mengajak anak-anak untuk memiliki cita-cita tinggi dan meniti masa depan yang lebih baik

Kebijakan Manajemen Sekolah:

  • Kepala sekolah selalu berupaya mengarahkan para guru untuk menggunakan seluruh kemampuan terbaiknya.
  • Para guru selalu berupaya meningkatkan kapasitas dan profesionalitas.
  • Para guru selalu menghormati hak anak-anak dan memperhatikan apa yang mereka katakan.
  • Para guru tidak melakukan kekerasan apapun kepada anak-anak.
  • Para guru selalu berkomunikasi dan berbagi informasi, sehingga tumbuh pemahaman bersama dansaling pengertian.
  • Sekolah berusaha menciptakan suatu taman siswa yang sederhana dan menyenangkan.
  • Kelas selalu berupaya memupuk setiap anak bahwa “belajar itu seru”, “mengerti itu menyenangkan”, dan “tumbuh itu membahagiakan”.
  • Kegiatan pendidikan dan pembelajaran melibatkan sebanyak mungkin solusi masalah dalam pengalaman sehari-hari, interaksi dengan masyarakat dan alam sekitar, pengertian yang berkaitan dengan kehidupan dan kematian, dan topik-topik yang transversal dan komprehensif.
  • Sekolah selalu berusaha menjalin komunikasi yang baik dengan orang tua dan masyarakat sekitar.
  • Dengan semangat “silih asah, silih asuh, silih asih,” sekolah selalu berupaya menjalin silaturahim dan kerjasama dengan sekolah lain untuk meningkatkan kualitas pendidikan.

Prinsip-Prinsip Pembelajaran Terpercepat | Principles of Accelerated Learning

1. Pembelajaran melibatkan Akal and Badan.

Pembelajaran bukan hanya mengasah akal (otak kiri: kesadaran, nalar, logika, berhitung dan bahasa). Pembelajaran harus melibatkan keutuhan akal dan badan dengan emosinya, rasanya, dan semua fungsi inderanya.

Sebuah pepatah mengatakan, “Katakan padaku, aku mungkin lupa. Perlihatkan padaku, aku mungkin ingat. Libatkan aku, dan aku akan mengerti.” Indera pendengaran (audio) bukan merupakan jaringan saraf yang kuat dalam sistem otak kita. Indera penglihatan (visual) merupakan salah satu jaringan saraf yang kuat, oleh karena itu dianjurkan untuk menggunakan efek visual dalam pembelajaran. Tetapi yang lebih baik lagi adalah pembelajaran dengan melibatkan seluruh indera: dengar, lihat, rasa,…..dengan keterlibatan secara langsung (lihat juga prinsip No. 5).

2. Pembelajaran adalah kreasi, bukan konsumsi.

Pengetahuan bukanlah sesuatu yang bersifat konsumtif –kalau sudah puas selesai dan meninggalkan sampah. Pengetahuan adalah sesuatu yang kita ciptakan atau kita bangun. Dan pembelajaran terjadi ketika kita mengintegrasikan pengetahuan/informasi dan keterampilan baru pada struktur keberadaan kita. Secara literal pembelajaran dapat berarti menciptakan atau membangun arti baru atau pemahaman baru, jaringan saraf baru –sinaptic dari neuron di otak kita–, dan pola interaksi elektro kimia dalam sistem otak dan tubuh.

3. Pembelajaran secara Kolaborasi.

Semua pembelajaran mempunyai dasar sosial, baik interaksi dengan sesama maupun lingkungan. Belajar langsung melaui interaksi lebih efektif dari cara apapun. Kompetisi di antara kita sebagai pembelajar akan memperlambat proses pembelajaran atau perolehan ilmu. Kerjasama di antara kita akan mempercepat proses pembelajaran. Ilmu begitu luas, begitu dalam dan begitu tinggi di sekililing kita. Kita masing-masing merupakan individu-individu yang unik berbeda satu sama lain. Mengapa kita harus berkompetisi dengan sesama. Kompetisi, challenge atau fight kita yang terbesar adalah dengan diri kita sendiri, dengan kemalasan kita, dengan nafsu kita yang selalu ingin instan.

4. Pembelajaran terjadi dalam banyak tingkatan secara bersamaan.

Pembelajaran bukan penyerapan satu hal dalam satu waktu. Tetapi menyerap banyak hal dalam satu waktu. Pembelajaran yang baik terjadi pada setiap orang dalam berbagai level secara bersamaan (sadar dan bawah sadar, fisik dan mental). Pembelajaran yang baik menggunakan seluruh reseptor, rasa dan jaringan saraf pada sistem otak dan tubuh. Otak adalah paralel processor bukan sequensial, otak teralatih terasah ketika menghadapi tantangan untuk mengerjakan banyak hal dalam satu waktu. Misalnya, tangan kanan menggosok gigi, tangan kiri beresin alat-alat mandi.

5. Pembelajaran diperoleh ketika kita melakukan pekerjaan itu sendiri

Pembelajaran yang terbaik adalah dalam konteks. Apa yang kita pelajari dalam keadaan terisolasi susah untuk diingat dan begitu mudah untuk menguap. Ingat berapa persen yang kita ingat pelajaran yang kita pelajari dari sd hingga sma? Kita belajar berenang sebaiknya dengan melakukan renang, bukan membaca jurus-jurus renang, kita belajar manajemen dengan mengelola sesuatu, kita belajar bernyanyi sebaiknya dengan cara bernyanyi, kita belajar menjual sebaiknya dengan langsung berjualan. Sesuatu yang nyata dan konkrit adalah wahana pembelajaran yang terbaik. Namun tentu dalam hal ini kita perlu waktu juga yang cukup untuk melakukan umpan balik, refleksi, merenung dan tafakur.

6. Emosi positive meningkatkan pembelajaran

Perasaan sangat menentukan baik kualitas maupun kuantitas pembelajaran. Perasaan negatif menghambat pembelajaran, sebaliknya perasaan positif mempercepat pembelajaran. Pembelajaran yang penuh stress dan menyiksa akan menghambat atau mengaburkan bahwa pembelajaran itu sebenarnya menyenangkan.

7. Otak manusia lebih cenderung ke visual

Seperti kata pepatah, a picture speaks a thousand words, (sebuah gambar bercerita seribu kata), otak manusia lebih menyerupai image processor dari pada word processor. Informasi visual atau gambar nyata lebih mudah diserap dan lebih lama tersimpan di memori dari pada abstraksi kata-kata. Penggunaan efek visual atau bahkan contoh konkrit akan mempercepat pembelajaran daripada ngacaprak panjang lebar.

Pustaka

  1. Meier, D. (2000), The Accelerated Learning Handbook, McGraw-Hill, New York.
  2. Rose, C. and Nicholl, M.J., Accelerated Learning for the 21st Century:The Six-Step Plan to Unlock Your Master-Mind, A Dell Trade Paperback, New York.

Giving up doesn’t always mean you are weak, sometimes it means that you are strong enough to let go

Change is never easy. You fight to hold on. You fight to let go.

THE WONDER YEARS

Dalam perjalanan hidup, kita meraih sesuatu, mencintai sesuatu dan kehilangan sesuatu. Seorang anak mungkin harus ikhlas menyerah akan mimpinya menjadi pemain bola karena berbagai alasan, walaupun dia sudah investasikan waktu dan tabungannya. Seorang remaja mungkin harus putus dengan pacarnya karena berbagai alasan pula. Seorang pelajar muda mungkin harus menyerah masuk jurusan yang dia inginkan begitu hebat di perguruan tingginya, tentu dengan berbagai alasan pula.

Kebanyakan celoteh, saran, tulisan, artikel maupun buku tentang motivasi kehidupan seringkali menyuarakan bahwa kita harus bertahan, hold on, keep fightingnever give up atau apapun yang senada. Jarang sekali saya menemukan kalimat yang mengajarkan kita bagaimana caranya untuk “menyerah/mengalah/melepaskan/mengundurkan diri dengan baik,”. (Bagi mereka yang berlebaran mungkin Al-Baqarah:216 cukup menjadi pedoman)

Salah dua dari sekian jarang buku yang memperkenalkan bagaimana cara mengalah atau mundur tersebut adalah buku “Integrity” nya Henry Cloud dan “The Last Lecture”nya Randy Pausch.

Dalam bukunya Dr. Cloud bercerita bahwa dia pernah menjadi konsultan sebuah perusahaan yang merugi jutaan dolar akibat sang direktur secara emosional tidak mampu melepaskan sebuah agenda perusahaan yang betul-betul mentok alias buntu. Karena ketidakmampuan sang direktur untuk mengalah ini, dia telah mengantarkan perusahaannya jatuh mendekati kehancuran. Sang direktur memiliki integritas yang baik, dia juga dikenal sebagai seorang yang jujur. Tetapi dia juga tidak mampu menghadapi kenyataan bahwa dia harus kehilangan sesuatu yang telah dia invest. Padahal setiap pemimpin dari waktu ke waktu harus mampu mengalah atau mundur selangkah untuk melakukan regroup, recover dan meraih sukses.

Sedangkan Dr. Pausch dalam bukunya menulis, “Dengar, saya akan menemukan cara untuk bahagia, dan saya sangat senang kalau saya bisa berbahagia bersama mu, tetapi kalau saya tidak bisa berbahagia dengan mu, maka saya akan menemukan cara untuk berbahagia tanpa mu.” .

Kapan kita harus mundur atau mengalah, kapan juga kita harus tetap bertahan –seperti seorang keras kepala atau mungkin lembam tak berdaya– memang merupakan sebuah fungsi dengan variabel waktu dan keadaan. Tidak serta merta setiap menemukan kesulitan kita harus segera menyerah. Kata orang jepang “akinai san nen”, arti harfiahnya urusan itu tiga tahun baru terlihat kecenderungannya. Segala sesuatu itu perlu waktu. Tetapi sekali lagi bukan tanpa batas.

Terakhir ijinkan saya menutup celoteh ini dengan:

Some of us think holding on makes us strong, but sometimes it is letting go.

HERMAN HESSE

My Cloudy May of 2012

I thought I have always tried my best. But it seems that my best now isn’t good enough to meet the demands of any reality. It’s like walking a lonely road—an empty street of the broken dream. Like two and a half decades ago.

I thought my head has always guided me along. But it seems that my head now doesn’t have good reason to answer my question of any actuality. It’s like in unrecoverable ruins—a senseless spirit, a wounded motivation. Like twenty five years ago.

Ya Rabb, if the end of this road is my defeat, then lead me to lose it well. Lead me to keep myself unbending, so my faith can hold even stronger. But if it’s the opposite, then let the force be with me. Let me recover and regroup my integrity, so this life can shine on even brighter.

Quotes about Knowledge

The philosophy of the school room in one generation will be the philosophy of government in the next.

ABRAHAM LINCOLN

Democracy cannot succeed unless those who express their choice are prepared to choose wisely. The real safeguard of democracy, therefore, is education.

fRANKLIN D. ROOSEVELT

If you think in terms of a year, plant a seed; if in terms of ten years, plant trees; if in terms of hundred years, teach the people.

CONFUCIUS

Education is the most powerful weapon which you can use to change the world.

NELSON MANDELA

Reading is to the mind what exercise is to the body.

JOSEPH ADDISON

“Education is a vaccine for violence.”

EDWARD J. OLMOS

The reading of all good books is like conversation with the finest men of the past centuries.

DESCARTES

Education is simply the soul of a society as it passes from one generation to another.

gILBERT k. cHESTERTON

The more you read, the more things you will know. The more that you learn, the more places you’ll go.

DR. SEUSS

A human being is not attaining his full heights until he is educated.

HORACE MANN

To read is to fly: it is to soar to a point of vantage which gives a view over wide terrains of history, human variety, ideas, shared experience and the fruits of many inquiries.

a. c. GRAYLING, FINANCIAL TIMES

You will never change your life until you change something you do daily. The secret of your success is found in your daily routine.

JOHN C. MAXWELL

The possibility for rich relationships exists all around you — you simply have to open your eyes, open your mouth, and most importantly, open your heart.

CHERYL RICHARDSON

Through knowledge and experience, with words and action,…let’s give our youth some chances, some hope. Let’s learn the past, let’s understand the present and let’s build a better future.

FADILAH HASIM

The direction in which education starts a man will detemine his future in life.

PLATO

Show me a family of readers, and I will show you the people who move the world.

NAPOLEON BONAPARTE

“The empires of the future will be empires of the mind.”

WINSTON CHURCHILL

Education is the kindling of a flame, not filling of a vessel.

SOCRATES

Learning never exhausts the mind.

LEONARDO DA VINCI

If you’re walking down the right path and you’re willing to keep walking, eventually you’ll make progress.

BARACK OBAMA

Knowledge is power. Character is more. Information is liberating. Education is the premise of progress, in every society, in every family.

VARIOUS RESOURCES: FRANCIS BACON, SMA NEGERI 3 BANDUNG, BRUCE LEE, KOFI ANNAN

Books are the quietest and most constant of friends; they are the most accessible and wisest of counselors, and the most patient of teachers.

Charles William Eliot

‎Try not to become a man of success, but rather try to become a man of value.

The value of a man resides in what he gives and not in what he is capable of receiving.

ALBERT EINSTEIN

You have brains in your head. You have feet in your shoes. You can steer yourself any direction you choose. You’re on your own. And you know what you know. And YOU are the one who’ll decide where to go…

dR. SEUSS

SEKOLAH HIKARI: The Point of a Journey is not to Arrive

Tiada kekayaan yang lebih utama daripada nalar. Tiada kepapaan yang lebih menyedihkan daripada kebodohan (ketidakpedulian). Tiada warisan yang lebih baik daripada pendidikan.

aLI BIN ABI THALIB

Sejak alas kaki mungkin terpasang, lalu langkah demi langkah terayun sampai derap akhir tiba di tempat yang kita tuju, makna suatu perjalanan tidak terletak hanya pada tiba sekejap mata. Tetapi pada setiap temuan dan kehilangan, pada setiap senyuman dan tangisan, …dalam perjalanan itu sendiri. Lupakan semua yakin dan ragu, ungkapkan niat dalam langkah nyata. Mewujud hasil bukan berarti akhir, menampak gagal bukan fatal, karena makna terletak pada ketabahan dan keberanian untuk tetap ayunkan langkah.

Saya melihat dua gunung menjulang tinggi di hadapan. Gunung yang satu sangat subur, hijau kaya akan hutan.Orang-orang memelihara gunung ini—mungkin dengan baik. Budidaya apapun dapat dilakukan di gunung ini, tanaman apapun dapat tumbuh hijau, sehat dan kuat. Gunung yang lainnya, gersang dan tandus. Karena keterbatasan “sumber daya” termasuk niat, visi, ketabahan dan keberanian, kebanyakan orang-orang cenderung mengabaikannya. Padahal mungkin di gunung yang gersang ini terdapat juga berbagai potensi. Bukan mungkin, saya yakin itu ada, mungkin emas, mungkin intan, mungkin mineral yang lain saya tidak tahu apa, tapi saya yakin potensi itu ada. Karena saya yakin Tuhan menciptakan semesta dengan alasannya.

Ketika Tuhan menawarkan dua gunung ke hadapan kita, lalu kita hanya mensyukuri satu gunung di antaranya, tidakkah kita membatasi diri kita sendiri dari manfaat yang tengah Tuhan tawarkan?

Kawan, kedua gunung tadi adalah potret saudara-saudara kita di sini, di sekitar kita di tanah air kita. Saudara-saudara kita yang mampu dapat menyekolahkan, menggali potensi anak-anak mereka, di sekolah-sekolah yang serba CUKUP. Cukup fasilitas, cukup tenaga pendidik baik dalam hal jumlah maupun mutu. Saudara-saudara kita yang lain, tidak seperti itu. Kalaupun mereka dapat menyekolahkan anak-anaknya, sekolah anak-anak mereka semuanya serba terbatas.

Bayangkan 6 tahun masa pendidikan mereka. Anak-anak dari saudara kita yang mampu tentu lulus dengan kualifikasi tertentu, sedangkan anak-anak dari saudara kita yang tidak mampu tentunya lulus dengan kualifikasi yang terbatas pula.

Lahir lah kesenjangan dari pemberian KESEMPATAN yang berbeda dan kurang “fair” ini. Dan kesenjangan ini akan semakin lebar seiring dengan mereka melanjutkan pendidikan ke jenjang yang lebih tinggi. Anak-anak gunung hijau masuk ke SMP, SMU, atau perguruan tinggi yang TOP. Anak-anak gunung tandus masuk ke SMP serba terbatas, kalau nasib sedikit berpihak, mereka terus sampai SMK yang terbatas pula. Kebanyakan mereka gugur di SMP, jadi tukang ojeg, cleaning service, satpam atau preman. But life must go on, mereka melanjutkan keturunan, anak-anak mereka kurang lebih seperti itu pula, lalu terbentuklah mata rantai kurang berkenan yang kita lihat sekarang ini.

Semua anak-anak Ibu Pertiwi adalah sumber daya negeri yang sangat berharga—brainware, baik mereka yang dari gunung hijau maupun dari gunung tandus.

Semua anak-anak Ibu Pertiwi adalah sumber daya negeri yang sangat berharga—brainware, baik mereka yang dari gunung hijau maupun dari gunung tandus. Sumber daya negeri ini lebih tinggi nilainya dari emas di Irian, lebih berharga dari hutan kayu di Kalimantan. Mereka adalah pemimpin masa depan.

Runtuh bangunnya negeri ini kelak ada di tangan mereka, dan lemah tangguhnya mereka itu sangat tergantung bagaimana kita sekarang mempersiapkannya. Teman-teman yang dulu sekolah di negeri Sakura mungkin bisa mengamati bagaimana orang-orang Jepang menyediakan sarana belajar untuk anak-anak mereka. Bangunannya sangat kokoh bahkan boleh dibilang over structured,… semua sekolah bahkan menjadi tempat evakuasi saat terjadi bencana, karena memang dibangun sangat aman. Bukan hanya sekolah, trotoar jalan pun mereka buat sangat nyaman untuk anak-anak berjalan menuju sekolah. Mereka benar-benar melindungi (mensyukuri) sumber daya negeri mereka—anak-anak mereka. Belum lagi semangat dan tulusnya guru-guru mereka. Bandingkan dengan apa yang telah kita lakukan terhadap anak-anak kita. Untuk pergi ke sekolah pun mereka kadang harus berjalan di samping kendaraan-kendaraan. Jalan yang rusak, berdebu, bersampah dan kendaraan-kendaraan yang kadang tidak punya etika berlalu lintas,betul-betul bukan potret suatu peradaban.

Saya yakin kita semua setuju bahwa tidak ada seorangpun anak yang memilih untuk lahir di keluarga gunung tandus. Memang tanggung jawab terbesar untuk anak-anak terletak pada kedua orang tuanya, yang telah mengajak mereka individu-individu yang suci lahir dan menyaksikan dunia yang pelik dan penuh kontradiksi ini. Tetapi saya kira ada juga tanggung jawab “keumatan” atau porsi yang perlu kita lakukan bersama, kalau kita memang mau membangun negeri ini.


Kampung Koceak, Desa Keranggan, Kecamatan Setu, Kota Tangerang Selatan, berdampingan dengan Puspiptek, berjarak sekitar 8 km dari Bumi Serpong Damai, –Big City Big Opportunity dan sekitar 25 km dari Jantung Ibukota Jakarta.

Kampung ini merupakan tipikal kampung-kampung di Indonesia. Kurang lebih enam ribu (6000) kepala keluarga berpenghasilan rata-rata Rp. 15,000 perhari. Jauh lebih rendah dari definisi masyarakat BOP (Base or Bottom of Pyramid) menurut UNDP, mereka adalah sebagian dari saudara-saudara kita dari masyarakat gunung tandus. Ada dua Sekolah Dasar atau sederajat di sini, satu SDN dan satu MI. Mereka adalah tipikal SD dan MI di Indonesia, semua fasilitas serba terbatas.

SDN dan MI ini termasuk sebagian dari sekolah-sekolah yang kami bantu. Kami bagikan alat-alat tulis, buku, alat olah raga dan infaq untuk sekolah ini. Kami juga pernah mengajak mahasiswa-mahasiswi Jepang calon guru untuk berinteraksi dengan murid-murid di sini. Mereka sangat senang, hanya dengan kehadiran orang asing dapat berinteraksi dengan mereka. Karena bagi mereka dan orang tua mereka mungkin Jepang masih merupakan “alam gaib”, sama seperti akherat untuk kita. Mereka tahu dan percaya itu ada, hanya karena seseorang yang bisa mereka percaya mengatakannya demikian.

Dari sekian lama berinteraksi dengan masyarakat di sini, tahun 2010, kami memberanikan diri membina satu sekolah, yaitu Sekolah Hikari. Mudah2an menjadi komplemen sinergis bagi sekolah yang ada dan sekaligus alternatif bagi anak-anak di sekitar.

Sekolah Hikari adalah sekolah umum, sekolah rakyat, sekolah anak negeri. Tidak untuk ras tertentu, tidak untuk umat tertentu. Kurikulum dikembangkan mengacu kepada Standard Isi tahun 2006 menurut BSNP, dengan menitik-beratkan pada pendidikan karakter pada tiga tahun pertama dan literasi pada tahun keempat dan seterusnya. Sistem pendidikan di Sekolah Hikari diarahkan dengan mempertimbangkan multiple intelligence and accelerated learning. Berbagai metode coba dikembangkan untuk menjaga bahwa learning has to be fun.

Tata kelola pendidikan dan pembelajaran didukung oleh tenaga-tenaga ahli pendidikan dari Fakultas Tarbiyah dan Keguruan UIN Syarif Hidayatullah dan Human Development Faculty of Toyama University.

Kurikulumnya juga diperkaya dengan pendidikan lingkungan, mulai dari pengelolaan sampah, sumber daya air dan kearifan lokal.

Tidak ada ranking atau peringkat di Sekolah Hikari. Tidak ada tinggi hati karena ranking atas, tidak ada rendah diri karena ranking bawah. Semua anak adalah individu yang unik dan berbeda. Mereka diharapkan mempunyai motivasi untuk meraih apa yang mereka ingin capai bukan motivasi untuk memiliki peringkat lebih dari yang lain atau mengalahkan yang lain. Mereka diharapkan mampu dulu memimpin diri mereka masing-masing, berjiwa bebas dan berdaulat untuk dirinya sendiri. Ada muslim time untuk yang beragam Islam, dan pelajaran agama lain sesuai keyakinannya, serta ekskul Bahasa Jepang. Pengenalan Bahasa Jepang diselenggarakan bukan menuntut si kecil untuk fasih berbahasa Jepang, melainkan untuk memberikan stimulan linguistic intelligence mereka, yang insyAllah intelligence2 mereka yang lain juga diharapkan turut teraktivasi. Dan,…kembali ini juga hanya memanfaatkan sumber daya yang sementara kami miliki sekarang. Beberapa volunteer orang Jepang mau berbagi waktu untuk kami.

Sekolah Hikari dibangun dengan mempertimbangkan konsep kelestarian lingkungan. Tinggi rendah kontur tanah tidak diratakan, malah dimanfaatkan untuk perkembangan baik motorik anak-anak.

Mainan terbuat dari bambu dan ban bekas. Karena memang mampu kami baru seperti ini, dan anak-anak diharapkan mengenal konsep “kearifan lokal” sejak dini. Ventilasi dan letak pohon diatur sedemikian rupa sehingga sirkulasi udara dalam kelas terjadi secara konveksi alami hemat energi. Sistem drainase atau rain water run-off, hanyalah saluran berbatu bukan gorong2 beton. Saluran berbatu pun hanya memanfaatkan spanduk bekas yang dibolongin, bukan landscape fabrics yang mahal. Air hujan diharapkan ada yang meresap ke tanah tidak semua mengalir begitu saja.

Sekolah Hikari dibangun untuk memperluas kesempatan kepada anak-anak negeri mengenyam pendidikan dalam persaingan yang lebih “fair”. Tetapi kembali, kadang dalam hidup, kita tidak selalu mendapatkan apa yang kita inginkan sehingga kita tidak dapat membangun sesuatu yang ideal, menurut kita. Tetapi kita harus “deal with it”, karena yang kita perlu kerjakan bukanlah membangun sesuatu yang “ideal”, melainkan melakukan yang terbaik dalam keterbatasan sumber daya yang ada. Karena, Rosulullah juga memberikan teladan demikian.

Biaya masuk Sekolah Hikari untuk SD Rp. 1.6 jt bisa dicicil 10 bulan. Sekolah swasta yang lain ada yang sampai 15 jt hingga 22 jt. Biaya bulanan sekolah Hikari Rp. 105 rb, yang lain bisa sekitar 660rb hingga 1jt untuk saat ini. Untuk masyarakat lokal, Sekolah Hikari memberikan keringanan 20% iuran bulanan, sisanya yang 80% atau sekitar Rp. 80 rb, boleh dibayar dengan kotoran kambing, sapi atau kompos yang senilai. Bagi mereka yang tidak bisa membayar dengan kotoran kambing/sapi, mereka bisa membayarnya dengan tenaga, 2 hari dalam sebulan, kerja bakti bantuin tukang kebun Sekolah (Pak Fadil).

Kalau tahun depan mendapat BOS, InsyAllah biaya-biaya ini bisa menjadi lebih murah,..atau setidaknya tidak naik seperti halnya biaya sekolah2 lain.

Ya Rabb, bimbinglah kami untuk selalu tabah dan berani menghadapi apapun yang Engkau tawarkan….

Memperingati 10 November

Ya Allah,
mereka ikhlas tinggalkan kenyamanan fana
dan tetap tegar tak tergoda sesaat
mereka tulus tempuh perjuangan berliku
dan selalu tangguh walau harus berpeluh
mereka rela melangkah di atas cadas
dan tetap tabah walau harus berdarah

Ya Allah
terimalah mereka di tempat terbaik di sisiMu.

Ya Allah
syukur aku panjatkan ke hadiratMu
atas nafas yang sampai saat ini Engkau berikan
dan segala nikmat yang telah Engkau karuniakan
panjangkanlah usiaku untuk alasan ridhaMu
lengkapilah aku senantiasa dengan keberanian
untuk menghadapi apapun yang Engkau tawarkan

Ya Allah
bimbinglah aku untuk selalu melangkah di jalanMu
berilah aku kekuatan untuk melanjutkan perjuangan mereka

Thinking of Sumpah Pemuda

Oleh: Fadilah Hasim

Today I relearned these ones:

I stand here on the summit of the mountain. I lift my head and I spread my arms. This, my body and spirit, this is the end of the quest. I wished to know the meaning of things. I am the meaning. I wished to find a warrant for being. I need no warrant for being, and no word of sanction upon my being. I am the warrant and the sanction.

ayn rand, anthem

I swear, by my life and my love of it, that I will never live for the sake of another man, nor ask another man to live for mine.

ayn rand, atlas shrugged

Page 3 of 3

SEMARAK FOUNDATION