Hambatan Orang Tua Dalam Melaksanakan Pembelajaran Jarak Jauh (PJJ) di Kelas 2 SD Hikari Tahun Pelajaran 2020-2021

(Karya tulis ini dalam versi yang lebih lengkap tersedia dalam format pdf di tautan ini.)

BAB 1 PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Sejalan dengan tantangan kehidupan global, pendidikan merupakan hal yang sangat penting karena pendidikan salah satu penentu mutu sumber daya manusia. Dimana dewasa ini keunggulan suatu bangsa tidak lagi ditandai dengan melimpahnya kekayaan alam, melainkan pada keunggulan sumber daya manusia. Pendidikan nasional adalah usaha secara sadar dan terencana untuk mewujudkan suasana belajar dan proses pembelajaran agar peserta didik secara efektif mengembangkan potensi dirinya untuk memiliki potensi spiritual, keagamaan, pengendalian diri, kebiasaan, kecerdasan dan keterampilan yang diperlukan bagi dirinya, masyarakat, bangsa dan negara (UU Nomor 20 Tahun 2003 Tentang Sistem Pendidikan Nasional).

Salah satu upaya meningkatkan mutu pendidikan nasional yaitu adanya guru yang berkualitas, profesional dan berpengetahuan. Guru, tidak hanya sebagai pengajar, namun guru juga mendidik, membimbing, mengarahkan, melatih, menilai dan mengevaluasi peserta didik. Dalam menjalankan tugasnya sebagai agen pembelajaran, maka guru diharapkan memiliki empat kompetensi dasar, yaitu kompetensi pedagogik, kompetensi sosial, kompetensi kepribadian dan kompetensi profesional. Guru yang profesional adalah guru yang menguasai materi pembelajaran, menguasai kelas dan mengendalikan perilaku anak didik, menjadi teladan, membangun kebersamaan, menghidupkan suasana belajar dan menjadi manusia pembelajar (learning person).

Pandemi Coronavirus Disease (Covid-19) yang melanda seluruh dunia termasuk Indonesia mengakibatkan seluruh aspek kehidupan sangat terganggu, termasuk diantaranya sektor pendidikan. Pada kondisi ini layanan pendidikan di sekolah dilaksanakan dengan Belajar Dari Rumah (BDR) melalui Pembelajaran Jarak Jauh (PJJ). Tujuannya untuk memberikan pengalaman belajar yang bermakna bagi peserta didik yang difokuskan pada pendidikan kecakapan hidup, aktifitas, dan tugas pembelajaran yang bervariasi.

Menurut UU Sistem Pendidikan Nasional No. 20 tahun 2003 pasal 1 ayat 15, yang dimaksud dengan Pendidikan jarak jauh (PJJ) adalah pendidikan yang peserta didiknya terpisah dari pendidik dan pembelajarannya menggunakan berbagai sumber belajar melalui teknologi informasi dan komunikasi dan media lain. Karena pesan disampaikan
melalui media, maka peserta didik diharapkan dapat belajar mandiri. Belajar mandiri bukan berarti belajar sendiri, melainkan belajar dengan tanggung jawab sendiri.

Peserta didik yang mengikuti pembelajaran jarak jauh diharapkan dapat mengikuti kegiatan belajar di kelas maya selama 5 hari setiap minggunya, bekerjasama dengan peserta didik lainnya dalam mengerjakan tugas, menggunakan teknologi secara baik dan menyelesaikan tugas-tugas tepat waktu. Suatu sistem pendidikan jarak jauh secara umum akan sukses apabila di dalamnya melibatkan interaksi maksimal antara guru dan peserta didik, interaksi antara guru dengan orang tua, dan antara peserta didik dengan peserta didik dalam pembelajaran yang aktif dan menyenangkan.
Begitu pun dengan SD Swasta Hikari sudah hampir 1 tahun melaksanakan Belajar Dari Rumah (BDR). Pertama kali menerapkan sistem Belajar Dari Rumah (BDR) banyak hambatan yang dihadapi oleh guru terutama di penguasaan teknologi begitu pun dengan siswa dan orang tua yang mendampingi anak belajar dari rumah. Maka dari itu, penulis tertarik untuk mengetahui hambatan apa saja yang dihadapi oleh orang tua selama mendampingi anaknya belajar dari rumah.

1.2 Rumusan Masalah

Berdasarkan penjelasan di atas, maka rumusan masalah dalam penulisan karya tulis ini adalah hambatan apa saja yang dihadapi oleh orang tua dalam melaksanakan Pembelajaran Jarak Jauh (PJJ) di kelas 2 SD Swasta Hikari Tahun Pelajaran 2020-2021.

1.3 Tujuan

Tujuan dari penulisan karya ilmiah ini adalah Untuk mengetahui hambatan yang dihadapi oleh orang tua dalam melaksanakan Pembelajaran Jarak Jauh (PJJ) di kelas 2 SD Swasta Hikari Tahun Pelajaran 2020-2021.

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Pembelajaran

2.1.1 Pengertian pembelajaran

Secara umum pembelajaran adalah suatu kegiatan yang dilakukan oleh guru sedemikian rupa, sehingga tingkah laku peserta didik berubah kearah yang lebih baik. Suatu pembelajaran akan dikatakan baik dan ideal jika telah mengacu pada sistem yang berlaku. Sistem yang dimaksud adalah kurikulum. Dalam kurikulum telah dipaparkan bagaimana pembelajaran yang baik. Menurut Undang Undang No 20 tahun 2003 tentang pendidikan nasional, pembelajaran adalah suatu interaksi peserta didik dan pendidik dalam sumber belajar pada suatu lingkungan belajar.

Pembelajaran tidak bisa lepas dari istilah belajar dan mengajar, karena di dalam pembelajaran terdapat unsur belajar dan mengajar. Belajar adalah suatu aktivitas mental atau psikis yang berlangsung dalam interaksi aktif dengan lingkungan, yang menghasilkan perubahan dalam pengetahuan, pemahaman, dan nilai sikap, (W.S Winkel, dalam Darsono, 2000:12).

Belajar memegang peranan penting di dalam perkembangan, kebiasaan, sikap, keyakinan, tujuan, kepribadian dan bahkan persepsi manusia.
Dalam proses belajar mengajar (PBM) akan terjadi interaksi antara peserta didik dan pendidik. Peserta didik atau anak didik adalah salah satu komponen manusiawi yang menempati posisi sentral dalam proses belajar-mengajar, sedang pendidik adalah salah satu komponen manusiawi dalam proses belajar-mengajar, yang ikut berperan dalam usaha pembentukan sumber daya manusia yang potensial di bidang pembangunan.

2.1.2 Tujuan pembelajaran

Hamalik (2003:80) menyatakan, tujuan pendidikan mengarahkan dan membimbing kegiatan guru dan murid dalam proses pengajaran. Tujuan pendidikan memberikan motivasi kepada guru dan peserta didik. Tujuan pendidikan memberikan pedoman atau petunjuk kepada guru dalam rangka memilih dan menentukan metode mengajar atau menyediakan lingkungan belajar bagi peserta didik. Tujuan pendidikan penting dalam menentukan alat/teknik penilaian guru terhadap hasil belajar peserta didik. Rumusan tujuan pembelajaran merupakan penjabaran kompetensi yang akan dikuasai oleh pembelajar jika mereka telah selesai dan berhasil menguasai materi ajar tertentu. Tujuan pembelajaran dalam lingkup besar dianggap sebagai tujuan umum, sedangkan tujuan yang dicapai untuk keahlian khusus dianggap sebagai tujuan khusus. Tujuan pembelajaran khusus acap kali disebut-sebut sebagai tujuan khusus kinerja atau dengan istilah aslinya performance objectives.

2.1.3 Unsur-unsur Dinamis Pembelajaran

Menurut Hamalik (2011:50), ada lima unsur dinamis dalam proses belajar yaitu:

  1. Motivasi siswa, yakni dorongan yang menyebabkan terjadi suatu perbuatan atau tindakan tertentu
  2. Bahan belajar yaitu materi yang dipelajari
  3. Alat bantu belajar yakni alat yang digunakan untuk membantu siswa dalam melakukan kegiatan belajar
  4. Suasana belajar, yakni keadaan lingkungan fisik dan psikologis yang menunjang belajar
  5. Kondisi subjek belajar, ialah keadaan jasmani dan mental untuk melakukan kegiatan belajar.

2.1.4 Faktor-faktor pembelajaran

Dalam Tsalasa (2007:33) Ahmad Rohani (1995) menjelaskan, pelaksanaan pembelajaran adalah proses realisasi dari perencanaan pengajaran untuk mencapai tujuan pembelajaran yang telah direncanakan, atau dengan kata lain pelaksanaan pengajaran selayaknya berpegang pada apa yang tertuang dalam perencanaan. Proses pengajaran itu dilandasi oleh prinsip-prinsip yang fundamental yang akan menentukan apakah pengajaran itu berjalan secara wajar dan berhasil.

Dari pendapat di atas dapat disimpulkan bahwa pembelajaran diselenggarakan sesuai dengan apa yang tertuang dalam perencanaan pembelajaran. Situasi pengajaran itu sendiri dipengaruhi oleh beberapa faktor, ada faktor internal atau dari peserta didik sendiri dan faktor eksternal atau dari lingkungan pembelajaran. Faktor-faktor tersebut lebih rinci dijelaskan sebagai berikut:

a. Faktor Peserta didik

Hamalik (2001:99) menjelaskan, murid adalah unsur penentu dalam proses pembelajaran. Peserta didik yang membutuhkan pengajaran, bukan guru, guru hanya berusaha memenuhi kebutuhan yang ada pada peserta didik. Peserta didik yang belajar, karena itu maka Peserta didik yang membutuhkan bimbingan. Sehingga Peserta didik komponen terpenting dalam hubungan proses belajar mengajar.

b. Faktor Guru/ Tenaga Pengajar

Pengajaran adalah suatu aktifitas (proses) mengajar-belajar. Di dalamnya ada dua subjek yaitu guru dan peserta didik. Guru sebagai penginisiatif awal dan pengarah serta pembimbing, sedang peserta didik sebagai yang mengalami dan terlibat aktif untuk memperoleh perubahan diri dalam pengajaran. Guru harus mempunyai kompetensi profesional (penguasaan mata pelajaran), pedagogik, kepribadian dan sosial.

c. Faktor Kurikulum

Kurikulum dan pengajaran merupakan dua hal yang berbeda namun erat kaitannya antara satu dengan yang lainnya. Kurikulum pada dasarnya merupakan suatu perencanaan yang mencakup kegiatan dan pengalaman yang perlu disediakan yang memberikan kesempatan secara luas bagi peserta didik untuk belajar. Semua proses mengajar atau pengajaran, atau pelajaran senantiasa berpedoman pada kurikulum tertentu sesuai dengan tuntutan lembaga pendidikan/sekolah dan kebutuhan masyarakat serta faktor-faktor lainnya (Hamalik 2001:1).

Dari teori tersebut diketahui bahwa, bahan pelajaran sebagai isi kurikulum mengacu pada tujuan pembelajaran yang hendak dicapai. Oleh karena itu, tujuan yang hendak dicapai itu secara khusus menggambarkan perubahan tingkah laku yang diharapkan dapat dicapai peserta didik dalam proses belajar-mengajar.

d. Faktor Sarana dan Prasarana

Sarana dan prasarana merupakan faktor pendukung proses belajar mengajar. Sarana dan prasarana dapat berupa gedung, media belajar, bahan ajar atau apa saja yang bisa mendukung terjadinya proses belajar mengajar.

e. Faktor Lingkungan

Belajar pada hakikatnya adalah suatu interaksi antara individu dengan lingkungan. Lingkungan menyediakan rangsangan (stimulus) terhadap individu dan sebaliknya individu memberikan respon terhadap lingkungan. Hamalik (2001:101) menyatakan, murid adalah pribadi yang unik, memiliki bakat dan kematangan berkat adanya pengaruh-pengaruh dari luar. Lingkungan sebagai faktor kondisional yang mempengaruhi tingkah laku individu dan merupakan faktor belajar yang penting.

2.1.5 Metode Pembelajaran

Menurut Sumiati dan Asra (2009:92) dapat diketahui bahwa yang dimaksud dengan metode pembelajaran adalah cara melakukan atau menyajikan, menguraikan, dan memberi latihan isi pelajaran kepada peserta didik untuk mencapai tujuan tertentu. Metode pembelajaran yang ditetapkan guru memungkinkan peserta didik untuk belajar proses, bukan hanya belajar terhadap materi yang diberikan.

Sumiati dan Asra (2009:92) menyatakan bahwa belajar terhadap materi pada umumnya hanya menekankan pada segi kognitif sedangkan belajar proses dapat memungkinkan tercapainya tujuan belajar baik segi kognitif, afektif, maupun psikomotor. Oleh karena itu, metode pembelajaran pembelajaran diarahkan untuk mencapai sasaran tersebut, yaitu lebih banyak menekankan pembelajaran melalui proses. Dalam hal ini guru dituntut agar mampu memahami kedudukan metode sebagai salah satu komponen yang ikut ambil bagian bagi keberhasilan kegiatan belajar mengajar. Untuk melaksanakan proses pembelajaran perlu dipikirkan metode pembelajaran yang tepat.

Ketepatan penggunaan metode mengajar dipengaruhi oleh banyak faktor, meliputi sifat dari tujuan yang hendak dicapai, kebutuhan untuk memperkaya pengalaman belajar seperti meningkatkan motivasi pelajar, kemampuan pelajar yang tercakup dalam tugas, pengelolaan waktu, pemilihan apa yang harus disampaikan, mengetahui dimana dan bagaimana menerapkan kekuatan guru seefektif mungkin, dan menentukan prioritas yang tepat. Guru hendaknya memperhatikan faktor-faktor tersebut ketika memutuskan metode mana yang akan digunakan. Untuk itu guru perlu memiliki keahlian dan keterampilan untuk menyeimbangkan persyaratan yang satu dengan yang lain. Menurut Hujono (2004:10) penjelasan mengenai faktor-faktor di atas adalah sebagai berikut:

1. Tujuan yang hendak dicapai

Faktor yang hendaknya dikaji oleh guru dalam menetapkan metode mengajar adalah tujuan pembelajaran. Tujuan ini hendaknya dijadikan tumpuan perhatian karena akan memberi arah dalam memperhitungkan efektivitas suatu metode. Penggunaan metode yang tidak sesuai dengan tujuan pembelajaran merupakan kerja yang sia-sia, karena tidak akan mencapai suatu keberhasilan.

2. Keadaan peserta didik

Guru dapat menggerakkan peserta didik jika metode yang digunakan sesuai dengan tingkat perkembangan peserta didik, baik secara berkelompok maupun secara individual. Guru hendaknya tidak memaksa pelajar untuk bergerak dalam aktivitas belajar menurut acuan metode. Guru hendaknya mahir membangkitkan motivasi peserta didik. Motivasi ini akan tumbuh dan berkembang jika peserta didik merasakan senangnya berprestasi, bertanggung jawab, dan dihargai. Metode yang lunak biasanya lebih berhasil dalam menggairahkan peserta didik daripada metode yang mengandung unsur-unsur pemaksaan. Namun metode yang lunak pun tidak akan berhasil apabila peserta didik tidak biasa dengan metode tersebut.; dengan kata lain, bukan peserta didik untuk metode melainkan metode untuk peserta didik.

3. Bahan pengajaran

Dalam menetapkan metode mengajar, guru hendaknya memperhatikan bahan pengajaran, baik isi, sifat, maupun cakupannya. Guru hendaknya mampu menguraikan bahan pengajaran ke dalam unsur-unsur secara rinci. Unsur-unsur yang telah diuraikan guru dari bahan pengajaran, di satu sisi akan memudahkan pelajar untuk mempelajarinya, di sisi lain dapat memberikan gambaran yang jelas kepada guru untuk menetapkan metode mengajar. Setelah menginventarisasi unsur-unsur bahan pengajaran, guru dapat segera menentukan metode-metode yang mempunyai ciri-ciri yang sesuai dengan bahan pengajaran tersebut, lalu menetapkan satu metode atau beberapa metode yang hendak digunakan dalam mengajar.

4. Situasi belajar mengajar

Situasi belajar mengajar mencakup suasana dan keadaan kelas-kelas yang berdekatan yang mungkin mengganggu jalannya proses belajar mengajar, keadaan pelajar masih bersemangat atau sudah lelah dalam belajar, keadaan cuaca cerah atau hujan, keadaan guru yang sudah lelah atau sedang banyak mengahadapi masalah. Penetapan penerapan metode hendaknya mempertimbangkan situasi belajar mengajar. Dengan memperhatikan situasi belajar mengajar, maka akan diperoleh suatu keberhasilan dalam pembelajaran.

5. Fasilitas Sekolah

Tentu saja memiliki fasilitas. Hanya saja ada sekolah yang memiliki fasilitas lengkap sesuai dengan kebutuhan proses belajar mengajar, ada pula sekolah yang hanya memiliki sedikit fasilitas. Guru hendaknya memperhatikan peran fasilitas tersebut dalam menetapkan metode mengajar yang akan digunakan.

6. Guru

Guru dituntut untuk mengenali, menguasai dan terampil menggunakan metode mengajar yang diperlukan untuk menyajikan pelajaran yang dibebankan kepadanya.
Namun tuntutan itu merupakan tuntutan agar berusaha mengembangkan kepribadiannya. Pada akhirnya, guru harus menyadari sepenuhnya tentang penguasaannya yang lebih baik dalam menggunakan beberapa metode yang sesuai dengan kepribadiannya. Dengan kata lain, dalam menetapkan metode yang akan digunakan dalam melaksanakan proses belajar mengajar, guru hendaknya lebih dahulu mempertimbangkan kepribadian dan penguasaannya terhadap suatu metode.

2.2 Pembelajaran Jarak Jauh

2.2.1 Pengertian pembelajaran jarak jauh

Pada dasarnya pendidikan jarak jauh merupakan metode dimana peserta didik dengan pengajar berada di lokasi yang berbeda, sehingga diperlukan sistem telekomunikasi yang interaktif untuk dapat terhubung satu dengan lainnya. Pada pembelajaran jarak jauh, peran teknologi sangatlah dibutuhkan, mengingat pembelajaran dilakukan secara daring atau online.

Pendidikan jarak jauh adalah pendidikan yang peserta didiknya terpisah dari pendidik dan pembelajarannya menggunakan berbagai sumber belajar melalui teknologi informasi dan komunikasi dan media lain (UU nomor 20 tahun 2003 Tentang Sistem Pendidikan Nasional pasal 1 ayat 15).

Pendidikan Jarak Jauh diselenggarakan dalam berbagai pola pembelajaran yang pada dasarnya mengandalkan tersedianya berbagai sumber belajar. Pola pembelajaran ini mencakup penyelenggaraan program pembelajaran melalui pendidikan tertulis atau korespondensi, bahan cetak (modul), radio, audio/ video, TV, bantuan komputer, dan atau multimedia melalui jaringan komputer. Menurut Warsita (2007:16) sistem pembelajaran dalam pendidikan jarak jauh adalah

  1. Peserta didik belajar mandiri baik secara individual maupun kelompok dengan bantuan minimal dari orang lain,
  2. Materi pembelajaran disampaikan melalui media yang sengaja dirancang untuk belajar mandiri. Saat ini internet sudah dimanfaatkan sebagai media untuk penyampaian materi pembelajaran dalam pendidikan jarak jauh,
  3. Untuk mengatasi masalah belajar diupayakan komunikasi dua arah antara peserta didik dengan tenaga pengajar atau lembaga penyelenggara. Komunikasi dua arah ini dapat berupa tatap muka maupun komunikasi melalui media elektronik atau sering disebut sebagai tutorial elektronik,
  4. Untuk mengukur hasil belajar secara berkala diadakan evaluasi hasil belajar, baik yang sifatnya mandiri maupun yang diselenggarakan di institusi belajar,
  5. Pada dasarnya peserta pendidikan jarak jauh dituntut untuk belajar mandiri, belajar dengan kemauan dan inisiatif sendiri, peserta didik harus dapat mengatur dan mendisiplinkan diri dalam belajar agar dapat beradaptasi.

2.2.2 Prinsip Pembelajaran Jarak Jauh

Menurut DIKTI (2011), panduan PJJ secara umum, pendidikan jarak jauh memiliki prinsip yang mencakup antara lain:

  1. Akses, yakni terkait dengan keinginan untuk memperluas akses masyarakat terhadap pendidikan melalui penyelenggaraan pendidikan yang berbasis teknologi komunikasi dan informasi, bersifat massal, ekonomis, serta meminimalkan kendala jarak dan waktu.
  2. Pemerataan yang merujuk kepada asas keadilan dan persamaan hak bagi siapa saja untuk mengenyam pendidikan tanpa dibatasi oleh berbagai kendala.
  3. Kualitas, yaitu berkenaan dengan jaminan standar pengajar, materi bahan ajar dan ujian, dan proses pembelajaran interaktif yang berbasis teknologi komunikasi dan informasi.

2.2.3 Karakteristik pembelajaran jarak jauh

Berdasarkan Kemendikbud (2011) dalam Modul Satuan Pembelajaran Seri Pengembangan Bahan Belajar Mandiri menjelaskan bahwa pendidikan jarak jauh memiliki beberapa karakteristik dasar, yaitu:

  1. Pengajar dan peserta didik tidak berada dalam satu ruang yang sama saat proses belajar-mengajar berlangsung.
  2. Penyampaian materi ajar dan proses pembelajaran dilakukan dengan memanfaatkan media komunikasi dan informasi, sehingga peran teknologi dalam pendidikan sangat penting saat PJJ.
  3. Menekankan pada cara belajar mandiri namun ada lembaga yang mengaturnya. Meskipun terdapat lembaga yang mengatur, pembelajaran jarak jauh membebaskan guru untuk belajar lebih mandiri. Hal ini juga sesuai dengan arti Merdeka Belajar dari Nadiem Anwar Makarim, yang merupakan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan.
  4. Keterbatasan pada pertemuan tatap muka. Biasanya pertemuan tatap muka dilakukan secara periodik antara peserta didik dengan pengajar atau tutor.
  5. Fleksibilitas dalam proses pembelajaran. Dengan kata lain masing-masing peserta didik dapat mengatur waktu belajarnya sendiri sesuai dengan ketersediaan waktu dan kesiapannya.

2.2.4 Kelebihan dan kekurangan pembelajaran jarak jauh

a) Kelebihan pembelajaran jarak jauh

Pendidikan Jarak Jauh (PJJ) saat ini mulai banyak diminati orang karena memiliki beberapa kelebihan antara lain:

1) Untuk peserta didik

Peserta didik dapat berinteraksi dengan guru, teman maupun dengan bahan belajarnya tanpa harus dibatasi jarak dan waktu, peserta didik dapat berkomunikasi dengan gurunya melalui Aplikasi Whatsapp, Google Classroom, Aplikasi Zoom, dan Google Meet. Apabila peserta didik memerlukan tambahan informasi yang berkaitan dengan bahan yang dipelajarinya, ia dapat melakukan akses di internet secara lebih mudah. Berubahnya peran peserta didik dari yang biasanya pasif menjadi aktif.

2) Untuk pendidik

Pendidik dapat mengontrol aktivitas belajar peserta didik melalui Aplikasi Whatsapp, Google Classroom, Aplikasi Zoom, dan Google Meet. Pendidik dapat menggunakan bahan ajar atau petunjuk belajar yang terstruktur dan terjadwal, sehingga dapat berdiskusi dengan peserta didik.

3) Proses pembelajaran

Tersedianya fasilitas e-moderating di mana guru dan peserta didik dapat berkomunikasi secara mudah melalui fasilitas Aplikasi Whatsapp, Google Classroom, Aplikasi Zoom, dan Google Meet kapan saja kegiatan berkomunikasi itu dilakukan dengan tanpa dibatasi oleh jarak, tempat dan waktu. Pembelajaran jarak jauh (PJJ) dapat menyajikan pelajaran dengan cara yang menarik.

b) Kekurangan pembelajaran jarak jauh

Walaupun demikian pemanfaatan berbagai aplikasi untuk pembelajaran jarak jauh (PJJ) tidak terlepas dari berbagai kekurangan, diantaranya:

1) Untuk peserta didik

Peserta didik yang tidak mempunyai motivasi belajar yang tinggi cenderung gagal, mudah bosan dan kurang fokus.

2) Untuk pendidik

Berubahnya peran pendidik dari yang semula menguasai teknik pembelajaran konvensional, kini juga dituntut mengetahui teknik pembelajaran yang menggunakan ICT (Information and Communication Technologies), kurangnya waktu dan tenaga untuk mengetahui dan memiliki ketrampilan internet.

3) Proses pembelajaran

Kurangnya interaksi antara guru dan peserta didik atau bahkan antar peserta didik itu sendiri bisa memperlambat terbentuknya values dalam proses belajar dan mengajar, kecenderungan mengabaikan aspek akademik atau aspek sosial dan sebaliknya mendorong tumbuhnya aspek bisnis/komersial, proses belajar dan mengajarnya cenderung ke arah pelatihan daripada Pendidikan, tidak semua tempat tersedia fasilitas internet, kurangnya tenaga untuk mengetahui dan memiliki keterampilan internet, dan kurangnya penguasaan bahasa komputer.

BAB 3 METODE PENELITIAN

3.1 Metode Penelitian

Metode penelitian merupakan prosedur atau cara ilmiah untuk mendapatkan data dengan tujuan tertentu. Menurut (Resseffendi, 2010:33) mengatakan bahwa penelitian deskriptif adalah penelitian yang menggunakan observasi, wawancara atau angket mengenai keadaan sekarang ini, mengenai subjek yang sedang kita teliti. Melalui angket dan sebagainya kita mengumpulkan data untuk menguji hipotesis atau menjawab suatu pertanyaan. Melalui penelitian deskriptif ini peneliti akan memaparkan yang sebenarnya terjadi mengenai keadaan sekarang ini yang sedang diteliti.

Sugiyono (2017:2) mengatakan bahwa, metode penelitian pada dasarnya merupakan ciri-ciri ilmiah untuk mendapatkan data dengan tujuan dan kegunaan tertentu. Untuk pendekatan penelitian dalam penelitian ini menggunakan pendekatan kuantitatif, seperti yang dikemukakan (Sugiyono 2017:8) bahwa metode penelitian kuantitatif diartikan sebagai metode penelitian yang berlandaskan pada filsafat positivisme, digunakan untuk meneliti pada populasi atau sampel tertentu, pengumpulan data menggunakan instrumen penelitian, analisis data bersifat kuantitatif/statistik, dengan tujuan untuk mengaju hipotensis yang telah ditetapkan.

Jenis penelitian ini adalah dengan menggunakan Google Form dan menggunakan pendekatan deskriptif kuantitatif dalam melaksanakan langkah-langkah penelitiannya untuk mendapatkan data secara lengkap, terarah dan tepat dalam waktu yang efisien.

Dalam hal ini peneliti menganalisis Hambatan Orang tua Dalam Melaksanakan Pembelajaran Jarak Jauh (PJJ) Di Kelas 2 SD Swasta Hikari Tahun Pelajaran 2020-2021.

3.2 Waktu dan Tempat Penelitian

Penelitian dilaksanakan mulai pada Bulan Maret 2021. Lokasi penelitian di SD Swasta Hikari.

3.3 Subjek Penelitian

Subyek dalam penelitian ini adalah orang tua peserta didik kelas 2 SD Swasta Hikari sebanyak 64 orang. Alasan pemilihan subjek pada penelitian ini adalah karena peserta didik kelas 2 ini adalah masa peralihan yang sebelumnya pernah melaksanakan tatap muka selama 9 bulan kemudian di bulan-bulan selanjutnya harus melaksanakan pembelajaran jarak jauh (PJJ). Orang tua peserta didik dituntut untuk mendampingi anak belajar dirumah pada masa pandemi.

3.4 Teknik Pengumpulan Data

Teknik pengumpulan data yang digunakan adalah dengan memberikan google formulir kepada orang tua peserta didik kelas 2 SD Swasta Hikari Tahun Pelajaran 2020-2021.

BAB 4 HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

4.1 Hasil Penelitian

Penelitian ini menggunakan metode deskriptif kuantitatif sampel yang digunakan dalam penelitian ini adalah peserta didik kelas 2 di SD Swasta Hikari sebanyak 64 orang yang terdiri dari 28 orang laki-laki dan 36 orang perempuan. Adapun orang tua yang berpartisipasi mengisi google form di kelas 2 ini adalah sebanyak 50 orang dari 64 orang.

Berikut data pekerjaan orang tua peserta didik kelas 2 SD Swasta Hikari.

Tabel 1. Pekerjaan orang tua peserta didik kelas 2.

No. Jenis PekerjaanAyahIbu
1.PNS53
2.Karyawan Swasta4421
3.Wirausaha31
4.Wiraswasta82
5.Buruh1
6.Pedagang Kecil3
7.Lainnya132
8.Tidak Bekerja
9.Sudah Meninggal2
JUMLAH6464

Daftar kuesioner yang diberikan dalam penelitian ini dapat dilihat di file pdf tulisan ini di sini.

4.2 Pembahasan

Berdasarkan hasil angket, manajemen pembelajaran jarak jauh (PJJ) di Kelas 2 SD Swasta Hikari di nilai baik bahkan sangat baik oleh orang tua, terlihat dari respon terhadap kegiatan pembelajaran jarak jauh (PJJ) terstruktur, terjadwal, dan terkoordinasi dengan baik. Begitu pun dengan respon guru di dalam memberikan informasi kepada orang tua sangat baik. Kualitas materi/bahan ajar/pengajaran yang disajikan oleh wali kelas dan guru mapel sangat baik.

Dari 100% peserta didik kelas 2 SD Swasta Hikari yang melaksanakan pembelajaran jarak jauh (PJJ) ini ada 50% peserta didik yang didampingi oleh orang tua, dan 50% peserta didik yang tidak didampingi orang tua. Alasan orang tua tidak dapat mendampingi anak dalam melaksanakan pembelajaran jarak jauh (PJJ) ini adalah bekerja/ada kesibukan lain di luar atau di rumah sebanyak 14 orang (56%), memiliki anak yang usia nya lebih muda dan membutuhkan pendampingan sebanyak 6 orang (24%), bekerja/ada kesibukan lain di luar atau di rumah dan memiliki anak yang usia nya lebih muda dan membutuhkan pendampingan sebanyak 2 orang (8%), bekerja/ada kesibukan lain di luar atau di rumah dan anak keberatan jika didampingi sebanyak 2 orang (8%), dan anak keberatan jika didampingi sebanyak 1 orang (4%).

Pelaksanaan pembelajaran jarak jauh (PJJ) yang dilakukan di kelas 2 SD Swasta Hikari ini ada 46% peserta didik mengeluhkan. Hal-hal yang menjadi keluhan dari orang tua tersebut adalah karena tugas yang diberikan terlalu banyak dan mengalami kendala teknis sebanyak 3 orang (13.04%), kesulitan dalam memahami materi dan terkendala dalam masalah teknis sebanyak 4 orang (17,39%), kesulitan memahami materi sebanyak 3 orang (13,04%), mengalami kendala teknis saja sebanyak 6 orang (26,08%), tugas/pembelajaran dilakukan di luar jam KBM sebanyak 1 orang (4,35%), anak mulai merasa bosan dengan kegiatan pembelajaran jarak jauh (PJJ) sebanyak 2 orang (8,69%), mengalami kesulitan memahami materi, tugas yang diberikan terlalu banyak dan mengalami gangguan teknis sebanyak 4 orang (17,39%).

Karena pembelajaran dilaksanakan dari rumah dan belum bisa tatap muka langsung dengan guru, maka orang tua atau wali yang berada di rumah akan menjadi pembimbing anak untuk dapat memahami materi dengan baik. Memang akan sangat berbeda sekali antara anak belajar secara tatap muka dan belajar secara online (daring). Tugas kita sebagai orang tua harus memastikan bahwa ilmu yang disampaikan oleh guru secara online baik itu melalui Virtual Zoom, Google Meet, Google Classroom atau yang lainnya dapat diterima oleh anak, jangan sampai ketika pandemi seperti sekarang ini anak malah tidak belajar atau bahkan tidak melanjutkan sekolah karena kendala tidak bisa tatap muka langsung dengan guru.

Selama mendampingi anak dalam pembelajaran daring tidak dapat dipungkiri banyak anak dan orang tua yang mengeluhkan pembelajaran daring ini. Para orang tua yang tadinya mempercayakan pendidikan anak kepada guru di sekolah, tiba-tiba harus berperan menjadi guru dan mendamping anak di rumah. Orang tua yang gaptek tiba-tiba harus beradaptasi dengan berbagai aplikasi digital yang belum pernah dikenal sebelumnya. Maka, wajar jika orang tua yang bingung, lelah, capek, emosional hingga sampai “darah tinggi”.

Penyebab orang tua merasa sulit mendampingi anak dalam pembelajaran daring ini, adalah:

1. Perubahan rutinitas

Sebagian besar dari orang tua adalah pekerja yang mempunyai aktivitas di luar rumah. Dengan adanya pandemi menuntut orang tua untuk tetap berada di rumah, melakukan semua pekerjaan di rumah, membatasi untuk tidak keluar dari rumah kecuali untuk keperluan yang mendesak. Perubahan rutinitas ini mungkin membuat emosi orang tua menjadi tidak stabil.

Misalnya, orang tua yang tadinya bekerja di kantor dapat menyelesaikan pekerjaan kantor dengan tenang dan tepat, tidak ada yang mengganggu sehingga pekerjaan dapat diselesaikan dengan baik. Karena pandemi, anak harus yang belajar di rumah, orang tua harus membantu dan mendampingi anak belajar di rumah. Hal ini akhirnya menyebabkan emosi orang tua tidak stabil.

Seringkali kurang sabar dan tidak paham dalam melakukan pendampingan kepada anak ketika belajar daring membuat emosi meningkat, anak yang banyak alasan ini dan itu sehingga tidak mau mengikuti pelajaran daring dan tidak mau mengerjakan tugas. Bahkan bisa saja orang tua mengambil alih tugas anak, orang tua yang mengerjakan tugas anak agar cepat selesai. Hal ini dapat menyebabkan gagalnya kegiatan belajar anak di rumah.

Diharapkan orang tua siap secara sosial dan emosional untuk mendampingi dan memotivasi anak dalam belajar daring, membuat perencanaan demi membantu anak belajar di rumah contohnya ketika waktunya belajar daring orang tua menunda rutinitas lain terlebih dahulu untuk mendampingi anak dalam belajar. Setelah selesai belajar baru aktifitas yang lain dapat dilanjutkan kembali.

2. Kesulitan beradaptasi dengan teknologi

Salah satu hambatan orang tua sulit mendampingi anak saat belajar daring adalah keterbatasan orang tua dalam memahami fitur-fitur teknologi. Adaptasi teknologi sangat penting mengingat selama pandemi seperti sekarang ini banyak tugas sekolah dan kegiatan-kegiatan sekolah dilakukan melalui gawai.

Keterbatasan orang tua dalam mengajarkan materi kepada anak.

Pemahaman materi yang luas yang dimiliki oleh orang tua sangat bermanfaat dalam membantu anak belajar di rumah. Pembelajaran tidak bisa maksimal jika orang tua
belum sepenuhnya memahami materi yang diberikan oleh guru untuk diajarkan kepada anak.

4. Kesulitan orang tua untuk menumbuhkan minat belajar anak

Menumbuhkan minat belajar anak juga menjadi kendala yang dirasakan oleh orang tua selama mendampingi anak belajar dirumah di masa pandemi Covid-19. Dalam proses pembelajaran di rumah, pastilah anak mengalami kecemasan, stress, sedih, bosan, jenuh, dan perasaan lainnya sehingga menurunkan minat belajar anak.

Selama pembelajaran di rumah masih banyak anak-anak yang harus diingatkan oleh orang tuanya ketika pembelajaran daring akan berlangsung, buku-buku pelajaran dan alat tulis yang masih harus disiapkan oleh orang tua, dan anak belum ada kemandirian untuk mempersiapkan semuanya.

5. Kurang lancarnya komunikasi orang tua dengan guru.

Bisa jadi orang tua kurang memperhatikan arahan yang disampaikan oleh guru atau sekolah mengenai arahan dalam proses pembelajaran, sehingga ketika anak harus mulai belajar dari rumah dan orang tua harus mendampingi anak dan menggantikan guru, orang tua panik dan merasa tertekan. Orang tua bingung harus seperti apa agar ketika waktunya belajar anak duduk manis dan mengerjakan tugas dengan baik.

Berikut adalah beberapa hal yang dapat dilakukan orang tua untuk memaksimalkan pembelajaran jarak jauh (PJJ) ini:

1. Orang tua perlu mengelola emosi

Orang tua dan anak harus sama-sama belajar mengelola emosi. Terutama bagi orang tua yang tidak dapat mengelola emosi dengan baik dapat berakibat pada buruknya hubungan orang tua dan anak. Emosi orang tua yang tidak dikelola dengan baik akan membuat kita lepas kendali. Hal-hal buruk pun bisa terjadi seperti mengeluarkan kata-kata kasar yang akan berpengaruh pada psikologis anak. Disisi lain orang tua juga harus menjadi contoh yang baik bagi anak tentang bagaimana mengelola emosi dengan baik.

Mengelola emosi dapat dilakukan orang tua sebelum berinteraksi dengan anak atau ketika sedang berinteraksi yang menguras emosi. Orang tua dihimbau untuk berhenti sejenak, melepaskan stress dengan cara sederhana seperti tarik nafas terlebih dahulu, jalan ke luar rumah sebentar, atau bahkan mencuci muka.

2. Orang tua ikut belajar

Orang tua sebagai pengawas anak sekaligus teman saat belajar di rumah, orang tua dalam ikut mempelajari materi yang disampaikan oleh guru dan mempelajari materi yang ada di dalam buku yang sudah diterima oleh anak. Dengan demikian, orang tua dapat memberikan masukan dan arahan atau bahkan membantu menerangkan materi yang sulit dipahami kepada anak

3. Orang tua belajar memahami teknologi

Orang tua dapat lebih aktif untuk mempelajari fitur-fitur atau aplikasi apa saja yang digunakan ketika proses pembelajaran. Atau jika anak sudah lebih jauh memahami tentang gawai tersebut orang tua dan anak bisa belajar bersama sama memahami fitur-fitur yang ada.

4. Berkonsultasi dengan guru

Ketika menghadapi masalah dalam melaksanakan PJJ, jangan pernah takut atau malu untuk berkonsultasi dengan guru. Terkait kurangnya pemahaman materi oleh orang tua bisa diatasi atau diminimalisir dengan adanya komunikasi antara orang tua dan guru, supaya guru bisa memberikan alternatif lain kepada orang tua dalam menyelsaikan tugas yang diberikan.

5. Membuat perencanaan dalam melaksanakan pembelajaran jarak jauh (PJJ)

Strategi yang mungkin dapat orang tua terapkan adalah berikan kesempatan kepada anak agar dapat mengatur dan merencanakan proses belajarnya sendiri setiap hari di rumah, orang tua dapat berdiskusi dan mengarahkan kapan waktu belajar dan kapan waktu bermain. Memberikan kesempatan kepada anak untuk mengerjakan tugas sendiri. Apabila tugas yang dikerjakan sulit maka orang tua juga harus mempersiapkan petunjuk yang dapat dijadikan acuan untuk anak.

6. Kenali karakter dan potensi anak

Orang tua dapat menjadikan kesempatan untuk mengetahui lebih jauh mengenal bagaiamana anak belajar atau orang tua bisa memanfaatkan untuk mengenali karakter anak dalam proses belajar. Setelah mengetahui karakter anak dalam proses belajarnya seperti apa, orang tua dapat mengkomunikasikannya kepada guru agar sama-sama mencari solusi yang terbaik untuk perkembangan anak kedepannya.

Dukungan dari orang tua atau wali murid sangat penting demi keberlangsungan pembelajaran secara daring. Berikut adalah peran orang tua di rumah dalam mendampingi anak dalam belajar daring:

1. Pastikan anak belajar daring dengan aman dan nyaman

Walaupun hanya belajar di rumah, orang tua hendaknya mampu mengupayakan agar anak-anaknya tetap menjalankan rutinitas harian yang sama ketika belajar di sekolah. Seperti tetap bangun pagi, menciptakan situasi atau suasana di rumah seperti situasi belajar di sekolah. Pastikan anak-anak terhindar dari gangguan-gangguan yang dapat mempengaruhi konsentrasi dalam belajar.

2. Berpastisipasi memberikan semangat dan motivasi untuk belajar secara Daring

Bentuk partisipasi orang tua dalam pembelajaran daring ini sebenarnya adalah membantu peran guru di sekolah. Peran orang tua adalah menjadi orang tua yang memotivasi dalam segala hal. Anak cenderung mudah bosan dan tidak bersemangat, oleh karena itu, kita sebagai orang tua harus selalu memberikan semangat dan motivasi dan berdoa bersama agar pandemi segera berlalu.

3. Hubungi guru jika mengalami kesulitan

Dalam belajar daring orang tua berperan sebagai guru yang ikut menyampaikan materi kepada anak. Jika mengalami kendala dalam memberikan bimbingan kepada anak-anak, orang tua dapat menghubungi guru agar secara bersama sama dapat didiskusikan solusi yang terbaik demi keberhasilan anak kedepannya.

BAB 5 KESIMPULAN

5.1.

Hambatan orang tua dalam melaksanakan pembelajaran jarak jauh (PJJ) di Kelas 2 SD Swasta Hikari dipengaruhi oleh dua faktor yaitu faktor eksternal berupa manajemen pembelajaran yang dilakukan di SD Swasta Hikari, dan faktor internal berasal dari keluarga peserta didik.

Faktor eksternal seperti manajemen pembelajaran jarak jauh (PJJ) yang dilakukan di SD Swasta Hikari dilihat dari pelaksanaan pembelajaran jarak jauh (PJJ) sudah terstruktur, terjadwal, dan terkordinasi dengan baik, respon guru di dalam memberikan informasi kepada orang tua sangat baik, kualitas materi atau bahan ajar dinilai baik dan sangat baik oleh orang tua peserta didik.

Faktor internal dari keluarga sehingga tidak dapat mendampingi anak dalam melaksanakan pembelajaran jarak jauh (PJJ) di kelas 2 SD Swasta Hikari adalah:

  1. Bekerja/ada kesibukan lain di luar atau di rumah sebanyak 14 orang (56%),
  2. Memiliki anak yang usia nya lebih muda dan membutuhkan pendampingan sebanyak 6 orang (24%),
  3. Bekerja/ada kesibukan lain di luar atau di rumah dan memiliki anak yang usia nya lebih muda dan membutuhkan pendampingan sebanyak 2 orang (8%),
  4. Bekerja/ada kesibukan lain di luar atau di rumah dan anak keberatan jika didampingi sebanyak 2 orang (8%),
  5. Anak keberatan jika didampingi sebanyak 1 orang (4%).

Beberapa hal yang dikeluhkan orangtua peserta didik mengenai pembelajaran jarak jauh (PJJ) Kelas 2 SD Swasta Hikari, adalah

  1. Mengalami kendala teknis saja sebanyak 6 orang (26,08%),
  2. Kesulitan dalam memahami materi dan terkendala dalam masalah teknis sebanyak 4 orang (17,39%),
  3. Mengalami kesulitan memahami materi, tugas yang diberikan terlalu banyak dan mengalami gangguan teknis sebanyak 4 orang (17,39%).
  4. Kesulitan memahami materi sebanyak 3 orang (13,04%),
  5. Karena tugas yang diberikan terlalu banyak dan mengalami kendala teknis sebanyak 3 orang (13.04%),
  6. Anak mulai merasa bosan dengan kegiatan pembelajaran jarak jauh (PJJ) sebanyak 2 orang (8,69%),
  7. Tugas/pembelajaran dilakukan di luar jam KBM sebanyak 1 orang (4,35%),

5.2 Saran

Di era digital abad 21 seperti sekarang ini, kemajuan teknologi informasi dan komunikasi tidak bisa dielakkan lagi. Setiap individu seolah-olah dituntut untuk menguasai keduanya agar tidak tertinggal dengan kemajuan zaman. Dukungan orang tua juga sangat penting terkait pemenuhan fasilitas dalam melakukan pembelajaran jarak jauh (PJJ), seperti kepemilikan gawai, ketersediaan paket internet serta orang tua perlu menyediakan waktu untuk mendampingi anak dalam kegiatan pembelajaran.

Beberapa hambatan tersebut bermuara pada kesulitan peserta didik dan orang tua untuk mengikuti dinamika pembelajaran jarak jauh (PJJ) yang diterapkan sekolah. Puncak dari lahirnya keluhan tersebut, mereka mendesak sekolah dan pemerintah agar segera membuka pelaksanaan pembelajaran tatap muka langsung.

Namun, karena situasi belum memungkinkan, sebagian sekolah masih tetap diharuskan melaksanakan pembelajaran jarak jauh (PJJ). Untuk menyikapi berbagai hambatan tersebut langkah yang dapat dilakukan sekolah adalah mempererat intensitas komunikasi dengan setiap orang tua peserta didik, sehingga akan terbangun pemahaman komprehensif tentang bimbingan dan pendampingan orang tua peserta didik dalam pelaksanaan pembelajaran jarak jauh (PJJ).

DAFTAR PUSTAKA

  1. Darsono, Max. 2000. Belajar dan Pembelajaran. Semarang: CV. IKIP Semarang Perss.
  2. DIKTI. (2011). Panduan PJJ
  3. Hamalik, Oemar.2001. Kurikulum dan pembelajaran. Jakarta: Bumi Aksara.
  4. Hujono. 2004. Pembelajaran Quantum Learning. Bandung: Aglesindo.
  5. Heriyanto, H. (2018). Thematic Analysis sebagai Metode Menganalisa Data Untuk Penelitian Kualitatif. Anuva, https://doi.org/10.14710/anuva.2.3.317-324
  6. Kemdikbud. (2011). Modul Satuan Pembelajaran Seri Pengembangan Bahan Belajar Mandiri.
  7. Nawawi, H. (2003). Manajemen SDM Untuk Bisnis yang Kompetitif. Yogyakarta: Gadjah Mada University Press.
  8. Resseffendi. (2010). Metode Penelitian. NASPA Journal, 33, 26–36.
  9. Subarto. (2020). Momentum Keluarga Mengembangkan Kemampuan Belajar Peserta Didik Di Tengah Wabah Pandemi Covid-19. Universitas Pamulang, DOI: 10.15408/41i.15838.
  10. Sugiyono. (2017). Metode Penelitian Kuantitatif, Kualitatif, dan R&D. Bandung: Alfabeta, CV.
  11. Sumiati & Asra. 2009. Metode Pembelajaran. Bandung: CV Wacana Prima.
  12. Tsalasa, Ahmad Nashir. Pembelajaran Bertaraf Internasional di SMA Semesta Bilingual Boarding School Gunungpati Semarang (Studi Deskriptif Kualitatif Proses Perencanaan, Pelaksanaan, Dan Evaluasi Hasil Belajar). Skripsi, Jurusan Kurikulum dan Teknologi Pendidikan, Fakultas Ilmu Pendidikan, Universitas Negeri Semarang.
  13. Undang-undang No 20 Tahun 2003 Tentang Sistem Pendidikan Nasional
  14. Warsita. 2007. ”Peranan TIK Dalam penyelenggaraan PJJ”. Jurnal Teknodik. April 2007. Nomor 20: 9 – 41. Jakarta: Pustekkom depdiknas.

Evaluasi Hasil Belajar Anak Dengan Tes Menggunakan Aplikasi google form dan Tes Manual secara Online di Kelas 5 (Studi Kasus di kelas 5B)

(Karya tulis ini dalam versi yang lebih lengkap tersedia dalam format pdf di tautan ini.)

BAB 1 PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Adanya pandemi memacu penggunaan teknologi digital di berbagai bidang begitupun di bidang pendidikan. Berbagai kemudahan didapat dari teknologi ini, baik oleh peserta didik maupun oleh tenaga pendidik. Proses belajar mengajar di era pandemi ini, dilakukan secara daring. Guru mengajar dengan memanfaatkan teknologi melalui penggunaan applikasi zoom, google meet, classroom, dan google form. Teknologi menjadi penolong media pembelajaran di era pandemi ini.

Applikasi google form dapat digunakan oleh guru untuk mengevaluasi apakah tujuan pembelajaran sudah tercapai atau belum. Menurut Brinkerhoff (1986) dalam Haryanto (2020), bahwa evaluasi merupakan proses yang menentukan sejauh mana tujuan pendidikan dapat dicapai. Penggunaan applikasi google form di masa pandemi ini memudahkan guru dalam mengelola nilai peserta didik.

Pasal 57 ayat 2 UU Sisdiknas No. 20 tahun 2003, menyebutkan evaluasi dilakukan terhadap peserta didik, lembaga, dan program pendidikan pada jalur formal dan nonformal untuk semua jenjang dan satuan dan jenis pendidikan. Evaluasi pembelajaran merupakan inti bahasan evaluasi yang kegiatannya dalam lingkup kelas atau dalam lingkup proses belajar mengajar.

Evaluasi di SD Hikari telah menggunakan applikasi google form semenjak pandemi melanda. Penggunaan applikasi google form menurut Sesana (2020), sangat efektif digunakan dalam pelaksanaan Penilaian Akhir Tahun (PAT), sebesar 70,26% peserta didik suka menggunakan applikasi google Form.

Evaluasi dengan cara tes manual secara online mulai dilakukan ketika ujian sekolah kelas 6 di tahun 2020, soal dibuat dalam bentuk power point, melalui zoom peserta didik diberi waktu mengerjakan setiap soalnya selama 3 menit, jawaban ditulis di buku tulis dan kemudian di kirim ke google classroom. Hal ini dilakukan karena adanya kekhawatiran ketidakjujuran dari siswa saat mengerjakan ujian dengan menggunakan applikasi google form.

Mulai di tahun pelajaran 2020/2021 evaluasi pembelajaran dengan cara ini diberlakukan saat PTS semester ganjil. Di kelas 5B di ulangan harian tema 1 dan 2 masih menggunakan applikasi google form dan mulai ulangan harian tema 3 dan di PTSdilakukan uji coba dengan menggunakan cara manual. Berdasarkan ke dua cara evaluasi di atas, Apakah ada pengaruhnya terhadap nilai anak, apakah ada kenaikan atau kah penurunan? Berdasarkan permasalahan tersebut penulis tertarik untuk meneliti lebih mendalam tentang pengaruh hasil belajar anak dengan menggunakan applikasi google form dan tes manual secara online terhadap nilai anak di kelas 5B.

1.2. Identisikasi Masalah

Berdasarkan permasalahan tersebut sejauhmana pengaruh evaluasi hasil belajar anak dengan tes menggunakan applikasi google form dan tes manual secara online terhadap nilai anak di kelas 5B SD Hikari. Yang dimaksud dengan tes manual secara online adalah tes yang dilakukan yang mana soal dibacakan langsung oleh guru dalam bentuk power point melalui zoom, kemudian peserta didik langsung menuliskan jawabannya di kertas, setelah selesai jawabannya di kirim ke google classroom.

1.3. Rumusan Masalah

Rumusan masalah sebagai berikut: adakah pengaruh hasil belajar anak dengan tes menggunakan applikasi google form dan tes manual secara online terhadap nilai anak di kelas 5B SD Hikari.

1.4. Tujuan dan Manfaat Penelitian

Tujuan Penelitian

  1. Untuk mengetahui hasil belajar anak yang dilaksanakan di sekolah.
  2. Untuk mengetahui bagaimana pengaruh hasil belajar anak dengan tes menggunakan applikasi google form dan tes manual secara online terhadap hasil belajar anak di sekolah.

Manfaat Penelitian

  1. Secara teoretis penelitian ini diharapkan bermanfaat sebagai sumbangan pemikiran dalam meningkatkan proses pembelajaran yang bermutu.
  2. Secara praktis merupakan sumbangan pemikiran bagi guru sekolah, dan pengelola pendidikan, dalam rangka meningkatkan mutu layanan pendidikan.

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Hasil Belajar

Hasil belajar menurut Mudjiono (2006) adalah hasil dari interaksi tindak belajar murid dan tindak mengajar yang dilakukan oleh Guru, tindak mengajar diakhiri dengan proses evaluasi, sedang tindak belajar merupakan puncak dari proses belajar dengan meningkatnya kemampuan. Sedangkan menurut Sudjana, (2010) “bahwa hasil belajar ialah perubahan tingkah laku sebagai hasil belajar dalam pengertian yang luas mencakup bidang kognitif, afektif, dan psikomotorik. Pernyataan tersebut, menekankan bahwa hasil belajar sebagai hasil dari proses pembelajaran.

Berdasarkan uraian di atas maka dapat disimpulkan bahwa hasil belajar merupakan kegiatan interaksi antara guru dan peserta didik dalam mencapai tujuan pembelajaran.

Hasil belajar yang dicapai siswa dipengaruhi oleh dua faktor yakni faktor dari dalam diri siswa dan faktor dari luar diri siswa. Dari pendapat ini faktor yang dimaksud adalah faktor dalam diri siswa perubahan kemampuan yang dimilikinya seperti yang dikemukakan oleh Clark dalam Sudjana (2010), menyatakan bahwa hasil belajar siswa disekolah 70% dipengaruhi oleh kemampuan siswa dan 30% dipengaruhi oleh lingkungan. Demikian juga faktor dari luar diri siswa yakni lingkungan yang paling dominan berupa kualitas pembelajaran.

Menurut Slameto (2010) ada 2 faktor yang mempengaruhi hasil belajar siswa yaitu faktor internal dan eksternal. Faktor Internal meliputi faktor jasmani, psikologis, kelelahan dan faktor eksternal meliputi faktor keluarga, sekolah dan masyarakat. Sedangkan menurut syah (2015) ada 3 faktor yang mempengaruhi hasil belajar siswa yaitu (1) faktor internal meliputi aspek pisiologi yaitu kondisi kesehatan dan aspek psikologis meliputi intelegensi, sikap, bakat, minat dan motivasi (2) faktor eksternal meliputi faktor lingkungan sosial dan lingkungan non sosial dan (3) faktor pendekatan belajar.

2.2. Evaluasi Pembelajaran

Secara harfiah kata evaluasi berasal dari bahasa Inggris evaluation; dalam bahasa Arab; al-taqdir; dalam bahasa Indonesia berarti; penilaian. Akar katanya adalah value; dalam bahasa Arab; al-qimah; dalam bahasa Indonesia berarti; nilai.

Evaluasi Pendidikan itu dapat diberi pengertian sebagai; suatu tindakan atau kegiatan atau suatu proses menetukan nilai dari segala sesuatu dalam dunia pendidikan (yaitu segala sesuatu yang berhubungan dengan, atau yang terjadi di lapangan pendidikan). Dengan kata lain, evaluasi pendidikan adalah kegiatan atau proses penentuan nilai pendidikan, sehingga dapat diketahui mutu atau hasil-hasilnya. (Ratna wulan, Rusdiana, 2014). Evaluasi itu mencakup pengukuran (measurement), penilaian (assessment), dan tes (testing).

Berdasarkan uraian di atas maka evaluasi merupakan serangkaian kegiatan untuk mengukur ketercapaian tujuan pembelajaran, salah satunya dengan melakukan tes.

2.3 Tes

Tes (testing) berasal dari kata Latin testum yang berarti sebuah piring atau jambangan dari tanah liat.

Dalam pandangan secara psikologis ini, Miller, seperti yang dikutip oleh Sukiman (2012), menggambarkannya secara lebih teperinci, yaitu bahwa tes merupakan sebuah instrumen penilaian formal yang digunakan untuk menilai kemampuan kognitif peserta didik dalam suatu mata pelajaran seperti halnya untuk mengumpulkan informasi kuantitatif tentang kemampuan psikomotor peserta didik (keterampilan fisik) dan karakteristik afektif (seperti sikap, emosi, minat, dan nilai-nilai). Pada dasarnya tes adalah sebuah instrumen atau prosedur yang sistematis untuk mengukur sebuah sampel perilaku dengan mengajukan seperangkat pertanyaan dalam suatu cara yang seragam (Haryanto, 2020).

Menurut Overton (2011) dalam Haryanto (2020), jika dikaitkan dengan pembelajaran anak didik, tes adalah sebuah metode untuk menentukan kemampuan siswa dalam menyelesaikan tugas-tugas tertentu atau mendemonstrasikan penguasaan terhadap suatu keterampilan atau kandungan pengetahuan. Sebagian bisa berupa tes pilihan ganda, atau tes pelafalan. Ketika digunakan secara berkaitan dengan penilaian (assessment), atau bahkan evaluasi, tes bisa dibedakan dengan fakta bahwa sebuah tes adalah satu bentuk dari penilaian (assessment).

BAB 3 METODE PENELITIAN

3.1. Tempat Penelitian

Penelitian dilaksanakan di SD Hikari kelas 5B yang terletak di Kampung Koceak Kelurahan Keranggan kecamatan Setu Kota Tangerang Selatan Profinsi Banten.

3.2. Waktu Penelitian

Penelitian dilakukan di semester ganjil Tahun pelajaran 2021/2022 mulai bulan Juli-September 2021.

3.3. Subjek Penelitian

Subjek penelitian adalah peserta didik kelas 5, khususnya kelas 5B dengan jumlah peserta didik 31 orang.

3.4. Metode Penelitian

Data yang diambil berupa data primer dan sekunder. Data primer diambil dari hasil penilaian harian dan penilaian tengah semester tema 1 dan 2. Penilaian harian tema 1 dan 2 dilakukan dengan menggunakan applikasi google form sedangkan penilaian tengah semester ganjil dilakukan dengan tes manual secara online. Data sekunder diperoleh dari berbagai sumber buku dan laporan hasil penelitian. Data diolah dan dianalisa secara deskritif.

BAB 4 HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

4.1 Hasil Penelitian

Hasil penelitian menunjukan bahwa untuk penilaian harian (PH) tema 1 peserta didik yang mendapatkan nilai ≥ 90 mencapai 77%. Di penilaian harian tema 2 peserta didik yang mendapatkan nilai di ≥ 90 hanya mencapai 16%. Untuk nilai rata-rata penilaian harian tema 1 dan 2 peserta didik yang mendapatkan nilai ≥ 90 sebanyak 35%.

Gambar 1 di bawah ini memperlihatkan nilai rata-rata penilaian harian Tema 1 dan 2. Nilai rata-rata penilaian harian tema 1 mencapai 93,39 sedangkan nilai rata-rata penilaian harian tema 2 mencapai 76.6, nilai penilaian harian tema1 lebih besar dibandingkan dengan penilaian harian tema 2. Hal ini disebabkan pada penilai harian 2 ada 2 soal yang tidak terjawab dengan tepat oleh peserta didik berdasarkan data di google form. Yaitu di no. 1 soal IPA peserta didik yang menjawab dengan tepat hanya 6 orang dari 31 orang dan soal no. 6 untuk soal IPS peserta didik yang menjawab dengan tepat dan hanya 8 orang dari 31 orang.

Gambar 1 Nilai rata-rata penilaian harian (PH).

Gambar 1 memperlihatkan bahwa rata-rata nilai penilaian harian tema 1 peserta didik lebih baik dibandingkan dengan penilaian harian tema 2. Hal ini disebakan di penilaian harian 2 ada 2 soal yang tidak dijawab dengan tepat oleh peserta didik dengan baik, yaitu di soal no. 1 hanya 19% yang menjawab dengan tepat dan di soal no. 6 26% peserta didik yang menjawab dengan tepat.

Sedangkan untuk penilaian tengah semester tema 1, hasil penelitian ini menunjukkan bahwa peserta didik yang mendapatkan nilai ≥ 90 mencapai 52%. Di penilaian tengah semester tema 2 peserta didik yang mendapatkan nilai ≥ 90 hanya mencapai 55%, terdapat kenaikan nilai sebesar 3%. Untuk nilai rata-rata penilaian harian tema 1 dan 2 peserta didik yang mendapatkan nilai ≥ 90 sebanyak 52%. Jika di lihat dari nilai rata-rata nilai PTS tema 1 mencapai 87 dan nilai rata-rata PTS tema 2 mencapai 91 sebagaimana ditunjukkan dalam gambar di bawah ini.

Gambar 2 Nilai rata-rata penilaian tengah semester (PTS).

Dari hasil penelitian mengenai penilaian harian (PH) dan penilaian tengah semester (PTS), perbandingan nilai rata-rata diperoleh sebagai berikut: nilai rata-rata tema 1, nilai PH lebih tinggi dibandingkan dengan nilai PTS, sedangkan di tema 2, nilai PTS lebih tinggi dibandingkan dengan nilai PHnya. Hal ini disebabkan nilai hasil belajar anak dipengaruhi oleh faktor internal dan eksternal anak.

KKM yang diterapkan di sekolah Hikari untuk 5 mata pelajaran dalam tema yaitu IPA, Bahasa Indonesia dan PKN masing-masing adalah 75, sedangkan untuk KKM IPS dan SBDP adalah 70, dari tes tema 1 dan 2 diperoleh nilai rata-rata KKM untuk ke 5 mata pelajaran tersebut berdasarkan KD yang diujikan sebagai berikut:

Tabel 1 Nilai KKM Berdasarkan Kompetensi Dasar.

Dari Tabel terlihat perolehan nilai rata-rata KKM berdasarkan KD di kelas 5B lebih tinggi dibandingkan dengan KKM yang ditetapkan oleh sekolah untuk ke 5 mata pelajaran. Untuk standar penilaian di Sekolah Hikari dibagi menjadi 4 skala yaitu:

Tabel 2 Standar Nilai.

Berdasarkan kemampuan peserta didik maka dibagi menjadi 3 kelompok yaitu kelompok dengan kemampuan tinggi, menengah, dan bawah, diperoleh nilai rata-rata untuk nilai PH dan PTS tema 1 dan 2 sebagai berikut:

Tabel 3 Rata-rata Nilai PH dan PTS Tema 1 dan 2 Berdasarkan Kelompok.

Gambar 3 Nilai Rata rata PH dan PTS Tema 1 dan 2 Berdasarkan Kelompok

Gambar di atas memperlihatkan bahwa nilai rata-rata PTS untuk ke 3 kelompok, lebih tinggi dibandingkan dengan nilai PH. Dari tabel dan grafik juga terlihat adanya kenaikan perolehan nilai bagi ke 3 kelompok, hal ini disebabkan peserta didik sudah lebih siap, sudah mempunyai pengalaman dalam mengerjakan soal-soal tema sebelumnya dan juga adanya bentuk pengulangan soal.

4.2 Pembahasan

Dari data yang diperoleh hasil belajar anak dengan menggunakan applikasi google form dan tes manual secara online tidak memperlihatkan hasil yang tidak jauh berbeda, hal ini disebabkan hasil belajar anak dipengaruhi oleh berbagai faktor internal dan eksternal. Menurut Clark dalam Sudjana (2010), yang mana faktor internal 70% sangat berpengaruh terhadap hasil belajar anak. Hal yang sama diutarakan oleh Slameto (2010) dan Syah (2008) bahwa faktor internal dan eksternal mempengaruhi hasil belajar anak. Faktor Internal, faktor psikologis peserta didik yang meliputi intelegensi, minat, bakat kematangan dan kesiapan mempengaruhi hasil belajar. Begitu pun dengan faktor kondisi kesehatan peserta didik, ketika tes kondisi peserta didik dalam kondisi fit hasil belajar akan maksimal. Begitu pun dengan faktor eksternal yang meliputi faktor lingkungan sosial dan lingkungan non sosial dan faktor pendekatan belajar, mempengaruhi hasil belajar anak.

BAB 5 SIMPULAN DAN SARAN

5.1 Simpulan

Studi kasus mengenai perbandingan evaluasi hasil belajar dengan tes menggunakan google form dan tes manual secara daring telah dilakukan, beberapa simpulan dapat ditarik sebagai berikut:

  • Hasil belajar anak tidak dipengaruhi oleh jenis tes yang digunakan, karena hasil tes dengan tes menggunakan applikasi google form dan dengan tes manual secara online memperlihatkan nilai hasil belajar yang tidak jauh berbeda.
  • Kekhawatiran akan anak tidak jujur dalam mengerjakan tes dengan menggunakan applikasi google form sangat tidak mendasar. Apapun bentuk tes yang dijalani, faktor internal yaitu psikologis dan kesehatan, serta eksternal seperti faktor keluarga, sekolah dan masyarakat sangat mempengaruhi nilai hasil belajar anak.

5.2. Saran

Sebaiknya selama pembelajaran daring bentuk tes dengan menggunakan applikasi google form kembali digunakan oleh SD Hikari. Penggunaan applikasi google form memudahkan guru dalam merekap hasil tes siswa dan mempersingkat waktu dalam mengoreksi soal serta menghemat dalam penggunaan kertas.

DAFTAR PUSTAKA

  1. Dimyati, Mudjiono (2006), Belajar dan pembelajaran, Jakarta Rineka Cipta.
  2. Haryanto (2020), Evaluasi Pembelajaran (Konsep dan Manajemen), Yogyakarta, UNY Press.
  3. Syah, Muhibbin (2015), Psikologi Pendidikan, Bandung, Remaja Rosdakarya.
  4. Sudjana, Nana (2010), Penilaian Hasil Proses Belajar Mengajar, Bandung, Remaja Rosdakarya.
  5. Sesana (2020), Efektifitas Penggunaan Apllikasi Google Form dalam Pelaksanaan PaT Berbasis Online di SMKN 1 Tembuku Jurnal Balai diklat keagamaan Denpasar Vol. 3.
  6. Sukiman (2012), Pengembangan Sistem Evaluasi. Yogyakarta. Insan Madani.
  7. Slameto (2010), Belajar dan Faktor –Faktor yang Mempengaruhi, Jakarta Rineka Cipta.
  8. Ratna wulan, Rusdiana, (2015), Evaluasi Pembelajaran, Bandung, Pustaka Setia.

Lingkungan Sebagai Media Pembelajaran

Media pembelajaran sebagai alat bantu guru di dalam menyampaikan materi mempunyai peran yang sangat penting. Hamalik (1986) mengemukakan bahwa pemakaian media pembelajaran dalam proses belaja rmengajar dapat membangkitkan keinginan dan minat yang baru, membangkitkan motivasi dan rangsangan kegiatan belajar, dan membawa pengaruh-pengaruh psikologis terhadap siswa. Penggunaan media pembelajaran pada orientasi pembelajaran akan sangat membantu keaktifan proses pembelajaran dan menyampaian pesan dan isi pelajaran pada saat itu. Selain membangkitkan motivasi dan minat siswa, media pembelajaran juga dapat membantu siswa meningkatkan pemahaman, menyajikan data dengan menarik dan terpercaya.
Lingkungan sekitar sekolah, lingkungan masyarakat sekitar sekolah dapat dimanfaatkan sebagai media pembelajaran. Lingkungan sebagai media pembelajaran dikelompokkan menjadi tiga yaitu lingkungan sosial, lingkungan alam, dan lingkungan buatan. (Sudjana, 2010).
Menurut Musaada (2021), beberapa keuntungan lingkungan sebagai media pembelajar antara lain:

  1. Kegiatan belajar lebih menarik dan tidak membosankan dibandingkan dengan hanya duduk di kelas selama berjam-jam, sehingga membuat motivasi belajar siswa akan lebih tinggi
  2. Hakikat belajar akan lebih bermakna dikarenakan siswa dihadapkan langsung dengan keadaan yang sebenarnya yang bersifat alami
  3. Bahan-bahan yang dapat dipelajari lebih kaya serta lebih faktual sehingga kebenarannya lebih akurat, dsb.
Gambar 1 Cerdas ceria anak-anak Hikari

Memanfaatkan lingkungan sebagai media pembelajaran diterapkan di kelas 1 pada tahun 2017. Dalam pembelajaran PLH mengenai sampah. Anak-anak diajak menyusuri jalan di mulai dari lingkungan sekolah sampai di tempat tujuan di Lubana, serpong Lagoon. Melewati jalan yang terdapat sungai kecil, sepanjang perjalanan diskusi dan penyampaian materi diberikan secara ringan kepada anak-anak.

Gambar 2 Pelajaran Pendidikan Lingkungan Hidup dengan tema air.

Di tahun 2018 di kelas 2, penerapan lingkungan sebagai media pembelajaran dilakukan kembali masih dalam mata pelajaran PLH tentang air. Kali ini anak-anak diajak berkeliling di kawasan perumahan Citra Prima 2 yang terletak persis di bawah Sekolah. Memperkenalkan sumber-sumber air yang digunakan oleh sekolah dan masyarakat sekitar, pada saat itu masyarakat sekitar sedang kesulitan air bersih bertepatan saat musim kemarau. Anak-anak diajak melihat sumur umum tempat pengambilan air bersih dan bagaimana masyarakat memanfaatkan fasilitas tersebut.

Gambar 3 Pembelajaran tentang uang sebagai alat tukar.

Masih di tahun dan kelas yang sama, di pembelajaran tema tentang uang diterapkan kembali. Untuk lebih memahami tentang uang, belajar mengelola uang dan bertanggung jawab anak-anak diajak berbelanja di Pasar Modern BSD 2. Anak-anak dikelompokkan menjadi beberapa kelompok, diberi uang belanja dan diberi tugas belanja yang sudah ditentukan sebelumnya.

Menggunakan lingkungan sebagai media pembelajaran, membuat pembelajaran lebih menarik, tidak membosankan, bersifat faktual, dan anak-anak mendapatkan pengalaman secara langsung yang lebih bermakna.
Pembelajaran di luar lingkungan kelas memerlukan perencanaan. Alangkah baiknya anak-anak diajak dilibatkan dalam perencanaan dan persiapannya, sehingga anak-anak merasa dihargai. Selama berlangsung guru bisa melihat sikap, etika sopan-santun anak-anak ketika berinteraksi dengan masyarakat lingkungannya dan ketika ada sikap anak-anak yang tidak sesuai dengan norma guru segera meluruskannya.

Daftar Pustaka

  1. Hamalik, Oemar. 1986. Media Pendidikan. Bandung. Alumni.
  2. Musaada, Rohmatul 2021, kompasiana, diakses 26.11.2021.
  3. Sudjana, Nana dan Ahmad Rivai. 2010. Media Pengajaran. Bandung: Sinar Baru Algensindo.

Jurnal Kelas 1A: Displin Waktu

Ada 18 nilai dalam Pendidikan karakter yang dikembangkan, salah satunya adalah disiplin. Disiplin, mempunyai arti ketaatan/kepatuhan pada peraturan tata tertib (KBBI).   Menurut Suharsimi Arikunto (1980), Disiplin adalah kepatuhan seseorang dalam mengikuti peraturan atau tata tertib karena didorong oleh adanya kesadaran yang ada pada kata hatinya tanpa adanya paksaan dari pihak luar.

Bentuk disiplin yang biasa dilakukan di sekolah adalah ketepatan datang ke sekolah, mengumpulkan tugas, kelengkapan seragam dan atribut dll. Bentuk-bentuk disiplin tersebut masuk ke dalam tata tertib yang berlaku di sekolah pada umumnya. Peraturan sekolah bertujuan untuk ketentraman, keharmonisan di dalam lingkungan sekolah. Demikian pula di Sekolah mempunyai aturan-aturan dan tata tertib. Misalnya, peraturan mengenai penggunaan seragam sekolah, jam belajar dan jam istirahat, dan lain-lain (Maria J Wantah, 2005).

Kedisiplinan siswa ini dapat dicapai dengan jalan melalui pembiaasan. Pembiasaan adalah membiasakan anak untuk melakukan hal-hal tertentu sehingga menjadi kebiasaan yang mendarah daging, yang untuk melakukannya tidak perlu pengarahan lagi (Dimas, 2005). Anis Ibnatul M, dkk (2013) mengatakan bahwa pembiasaan merupakan kegiatan yang dilakukan secara berulang-ulang agar sesuatu tersebut dapat menjadi kebiasaan. Dengan hal yang dilakukan secara berulang-ulang dan terus-menerus maka diharapkan dapat mengubah sikap dan prilaku anak sehingga menjadi pembiasaan.

Pembiasaan disiplin di kelas 1A dikenalkan sambil mengenalkan konsep waktu. Yaitu dengan menyebutkan durasi waktu misalkan 5 menit, ditunjukkan dari jarum jam pendek di angka 7 dan panjang dari angka 1 sampai ke angka 2. Adapun hal-hal yang biasa di lakukan di kelas 1A dalam mengenalkannya diantaranya.

  • Berdoa bersama di depan kelas, 5 menit sebelumnya sudah siap, yaitu di jarum jam pendek di angka 7 dan jarum jam panjangnya menunjukkan ke angka 5 atau di jam 07.25 anak-anak sudah siap berbaris di depan kelas untuk berdoa bersama.
  • Operasi semut di jam istirahat, selama 5 menit, yaitu di mulai dari jarum jam pendek di angka 10 dan jarum jam Panjang di angka 12 (tepat jam 10) sampai di jarum jam panjangnya menunjukkan angka 1, atau dari pukul 10.00-10.05.
  • Istirahat selama 20 menit mulai dari jarum jam panjang di angka 2 sampai jarum jam panjang di angka 6, di jam 10.05-10.30.

Dari hal kecil ini akan menjadi pembiasaan yang baik, anak-anak akan saling mengingatkan teman gurunya tentang waktu, ketika waktu berbaris/istirahat/ sudah masuk, menghargai waktu, menggunakan waktu dengan sebaik-baiknya. Menurut Bistak Sirait (2008), bahwa tujuan utama dari sebuah sikap kedisiplinan adalah untuk mengarahkan anak supaya ia mampu untuk mengontrol dirinya sendiri. selain itu juga supaya anak dapat melakukan aktivitas dengan terarah, sesuai dengan peraturan yang berlaku.

Daftar Pustaka

  1. Arikunto, Suharsimi. (1980). Manajemen Pengajaran. Jakarta. Rineka Cipta.
  2. Anis Ibnatul M dkk. (2013) Pendidikan Nasionalisme melalui Pembiasaan di SDN Kuningan 02 Semarang Utara. Journal. UNES.
  3. Bistak Sirait (2008). http://oreniffmilano,wordpress,com/2009/04/03/pengaruhdisiplinbelajar-lingkungan-keluarga-sekolahterhadap-prestasi-belajar-siswa.
  4. Dimas,Rasyid (2005) Kiat Mempengaruhi Jiwa dan Akal Anak. Bandung.Syamil Cipta  Media.
  5. Maria J. Wantah. (2005). Pengembangan Disiplin Dan Pembentukan Moral Pada. Anak Usia Dini. Jakarta: Departemen Pendidikan Nasional.

Kebijakan Pemerintah Daerah dalam Memanfaatkan Bonus Demografi

A. LATAR BELAKANG

Sejak merdeka pada tahun 1945, 75 tahun sudah Indonesia membangun. Banyak hasil yang telah dicapai dan dirasakan oleh masyarakat. Tidak hanya itu, pengakuan dunia terhadap Indonesia pun semakin meningkat. Sejak menjadi anggota G20 pada tahun 2008, peran dan pengaruh Indonesia menjadi semakin diharapkan baik di arena regional maupun global. Buchholz[1] melaporkan bahwa menurut data World Bank dan IMF, pada tahun 2024 Indonesia akan menjadi negara ke 5 terbesar dunia berdasarkan ukuran PDB.

Infographic: Continental Shift: The World’s Biggest Economies Over Time | Statista
Gambar 1 Katharina Buchholz. Continental Shift: The World’s Biggest Economies Over Time. https://www.statista.com/chart/22256/biggest-economies-in-the-world-timeline/

Analisis tersebut didasarkan pada beberapa faktor seperti jumlah penduduk, luas wilayah, kekayaan alam, dan lokasi Indonesia yangg strategis. Sebagaimana kita ketahui, bahwa populasi Indonesia saat ini lebih dari 267 juta jiwa dengan kurva demografi yang sangat baik di mana lebih dari 60% penduduk Indonesia berada dalam golongan usia produktif 15-64 Tahun. Keadaan tersebut akan lebih baik lagi karena dalam waktu yang tidak terlalu lama lagi, kita akan mendapatkan bonus demografi di mana golongan usia produktif akan lebih banyak lagi.

Bonus demografi seperti dua sisi bilah pisau. Apabila dikelola dengan baik ledakan jumlah penduduk produktif dapat memajukan berbagai sektor pembangunan. Tetapi, apabila pemerintah dan masyarakat tidak mampu bersama-sama memanfaatkan kesempatan baik tersebut, bonus demografi sebagai kuantitas penduduk dapat menjadi bencana demografi. Dalam kondisi yang demikian, sudah barang tentu pemerintah perlu mempertimbangkan kebijakan untuk mengoptimalkan perubahan struktur penduduk tersebut.

B. RUMUSAN MASALAH

Dari uraian di atas dan juga dari perspektif wilayah Indonesia dengan luas dan keberagamannya, tentu sangat menarik melakukan diskusi untuk membahas suatu rumusan masalah sebagai berikut: Bagaimana Kebijakan Pemerintah Daerah Dalam Memanfaatkan Bonus Demografi? Rumusan masalah ini dapat di bagi menjadi beberapa pertanyaan kajian sebagai berikut:

  1. Bagaimana kondisi SDM Indonesia saat ini.
  2. Bagaimana kebijakan pemerintah daerah dalam menyiapkan sumber daya manusia guna memanfaatkan bonus demografi?
  3. Bagaimana kebijakan arah pembangunan infrastruktur untuk mendukung hal tersebut?
  4. Bagaimana kebijakan orientasi pembangunan wilayah agar pemanfaatan bonus demografi dapat optimal?

C. KERANGKA TEORETIS

Beberapa teori yang digunakan dalam pembahasan KKA ini di antaranya:


Kebijakan publik[2] (public policy) adalah tentang pilihan pemerintah atau keputusan politk untuk melakukan sesuatu atau tidak melakukannya, mengapa mereka melakukannya atau tidak melakukannya dan apa dampaknya.

Gambar 2 Kecenderungan kebijakan publik saat ini.

Pembangunan Berkelanjutan[3] (sustainable development) adalah pemba-ngunan yang dapat memenuhi kebutuhan sekarang tanpa mengorbankan kemampuan generasi berikut untuk memenuhi kebutuhannya. Artinya pembangunan ekonomi dan sosial harus mempertimbangkan kelestarian lingkungan sehingga generasi berikut tetap memiliki sumber daya alam dan memiliki kemampuan dalam memenuhi kebutuhannya.

D. PEMBAHASAN

Indonesia merupakan negara yang sangat diberkahi. Tuhan menganugerahkan aspek kehidupan yang berlimpah kepada kita semua berupa gatra alamiah, i.e., geografi, sumber kekayaaan alam (SKA) dan demografi. Dari ketiga gatra alamiah ini, demografi merupakan gatra yang sangat penting, karena gatra demografi lah yang mengelola semua gatra sebagai aspek kehidupan, termasuk gatra sosial.

Indonesia akan mengalami bonus demografi, di mana jumlah penduduk usia produktif (usia antara 15-64 tahun) lebih banyak daripada jumlah penduduk usia tidak produktif (di bawah 14 dan di atas 65 tahun). Hal ini menjadi kesempatan emas bagi Indonesia untuk dapat mewujudkan cita-citanya sebagaimana Visi Indonesia Emas 2045, yaitu “Indonesia yang berdaulat, maju, adil dan makmur”. Puncak bonus demografi pertama[4] akan terjadi pada 2021 dengan kondisi 60% tenaga kerja produktif, angka ketergantungan di bawah 50% dan memberikan kontribusi 0,22 poin terhadap pertumbuhan ekonomi. Puncak bonus demografi pertama akan diikuti dengan puncak bonus demografi kedua yang diperkirakan terjadi antara 2030-2040. Dengan demikian, pemerintah Indonesia masih memiliki cukup waktu untuk membuat kebijakan-kebijakan yang memungkinkan untuk menyiapkan Sumber Daya Manusia Indonesia dalam menyongsong puncak bonus demografi tersebut.

Gambar 3 Cholifihani, M. 2020. Pemanfaatan Bonus Demografi Indonesia di Era Revolusi Industri 4.0. Ceramah BS Demografi pada PPRA LXI. 27.07.2020. Jakarta: Lemhannas RI.

Kondisi SDM Indonesia saat ini. Sebagaimana disampaikan di atas bahwa bonus demografi seperti dua sisi bilah pisau. Apabila dikelola dengan baik dapat memajukan berbagai sektor pembangunan, tetapi dapat juga menjadi bencana demografi jika kualitas SDM tidak baik. SDM kita saat ini belum pada kondisi yang menggembirakan. The Programme for International Student Assessment (PISA)[5] merupakan survey triennial terhadap siswa usia 15 tahun untuk mengkaji tingkat penguasaan pengetahuan kunci (key knowledge) dan keterampilan dasar (essential skill) yang diperlukan para siswa untuk dapat berpartisipasi penuh dalam masyarakat. Hasil program ini menunjukkan bahwa kemampuan siswa masih kurang. Pengetahuan kunci terdiri dari literasi, matematika dan sains untuk siswa Indonesia sejak tahun 2000 selalu di bawah negara-negara lain. Secara rata-rata siswa Indonesia berada di urutan ke 72 dari 77 negara. Di sisi lain, walaupun mengalami pertumbuhan dari tahun ke tahun produktivitas tenaga kerja[6] dan Indeks Pembangungan Manusia (IPM)[7] Indonesia pun masih rendah di kawasan regional, indeksnya masih di bawah Malaysia, Thailand dan Filipina.

Gambar 4 Kecenderungan kemampuan literasi, matematika dan sains anak-anak Indonesia. (Sumber: OECD, 2018, PROGRAMME FOR INTERNATIONAL STUDENT ASSESSMENT (PISA) RESULT FORM PISA 2018, Country Note Indonesia.

Gambar 5 Tingkat produktivitas pekerja.

Kebijakan pemerintah daerah dalam menyiapkan sumber daya manusia guna memanfaatkan bonus demografi. Menurut UU No. 52 Tahun 2009, Pasal 8, Pemerintah daerah bertanggung jawab menetapkan kebijakan dan program jangka menengah dan jangka panjang yang berkaitan dengan perkembangan kependudukan dan pembangunan keluarga sesuai dengan kebutuhan daerah masing-masing. Kebijakan publik adalah tentang pilihan pemerintah untuk melakukan sesuatu atau tidak melakukannya, mengapa melakukannya, dan apa dampak yang diharapkan. Dari kondisi SDM saat ini beberapa kebijakan dapat dilakukan dalam membangun SDM sebagai upaya pemanfaatan bonus demografi.

Kondisi tersebut menjadi tantangan yang lebih berat dengan Revolusi Industri 4.0. yang kini sedang menjelang. Revolusi industri ini akan berdampak pada setiap aspek kehidupan berbangsa dan bernegara. Revolusi Industri akan meningkatkan produktivitas dan efisiensi industri, serta memberikan kemudahan dan kenyamanan bagi pengguna. Namun di sisi lain, Revolusi Industri 4.0 berpotensi menyebabkan hilangnya berbagai pekerjaan karena digantikan oleh sistem daring dan robot-robot berkecerdasan buatan. Menurut OECD[8] , 14% pekerjaan akan terotomatisasi dan 32% akan terjadi pergeseran. Pekerjaan rutin dengan keahlian rendah akan hilang. Revolusi Industri 4.0 menuntut negara untuk lebih unggul dan berbeda.

Yang pertama adalah rekayasa ulang sistem pendidikan. Narasi pendidikan perlu dibangun menggunakan bidang ilmu yang lebih luas, dengan penekanan pada literasi data, literasi teknologi dan literasi kemanusian. Penekanan perlu juga ditujukan pada STEM (Science, Technology, Engineering, and Mathematics) karena aspek kehidupan di era Industri 4.0 ini sarat dengan hal tersebut. Kemampuan vokasi, riset dan pengembangan berbasis kearifan lokal dan kemampuan untuk berkomunikasi dengan masyarakat global juga perlu dikembangkan. Pengembangan sistem pendidikan terpadu, yang memungkinkan pembelajaran jarak jauh dapat dilaksanakan mulai dari Pendidikan dasar, menengah dan tinggi, dan juga untuk layanan prakerja, dan sistem pendidikan nor-formal lainnya. Kebijakan ini diharapkan dapat membangun ekosistem pembangunan sumber daya manusia unggul berdaya-saing dan berbeda (competitive & distinctive) yang dapat mengungkit nilai PISA & IPM.

Yang kedua adalah kebijakan peningkatan produktivitas tenaga kerja. Indonesia memiliki demografi yang muda, 50% populasi atau sekitar 130 juta jiwa berusia < 29 tahun, dan 95% dari jumlah itu bekerja di sektor industri mikro, kecil dan menengah (UMKM)[9] dan tersebar di seluruh wilayah. Dengan investasi dan program yang tepat sasaran, demografi yang muda ini akan meningkat produktivitasnya, dan membantu meningkatkan daya saing Indonesia jangka menengah dan panjang. Hal ini dapat dilakukan misalnya dengan melibatkan industri dalam pendampingan UMKM ataupun pemagangan, sehingga tenaga kerja di sektor ini baik kompetensi maupun produktivitasnya semakin meningkat.

Kebijakan arah pembangunan infrastruktur untuk mendukung hal tersebut. Pembangunan infrasktrukur harus diatur secara proporsional untuk infrastruktur digital, bukan hanya fisik. Karena Revolusi Industri 4.0 akan menuntut aktivitas kehidupan yang serba digital, pembangunan infrastruktur digital perlu dibangun oleh setiap daerah dalam meningkatkan literasi digital masyarakatnya untuk mengurangi kesenjangan digital (digital divide), mengendalikan urbanisasi dan meningkatkan daya saing daerahnya. Infrastruktur digital ini akan melahirkan suatu Ekosistem digital yang dapat memperluas kesempatan kepada masyarakat khususnya mereka yang berusia produktif untuk memiliki akses pada kemajuan dunia melalui internet. Implementasi kebijakan ini tentu dapat dilakukan melalui kerjasama dengan industri jasa berbasis internet, seperti yang dilakukan provinsi Jawa Barat[10] misalnya yang bekerja sama dengan Tokopedia untuk meningkatakan usaha pertanian di daerah.

Kebijakan orientasi pembangunan wilayah agar pemanfaatan bonus demografi dapat optimal. Kekayaan geografi dan wilayah dengan keberagamannya harus menjadi dasar pembangunan masing-masing wilayah sehingga terjadi keselarasan atau good-match antara SDM dan SDA. Pembangunan wilayah dengan orientasi keselarasan SDM dan SDA ini akan memungkinkan semua wilayah memiliki kesempatan yang sama untuk maju dan bersaing (competitive) sesuai dengan kearifan lokalnya masing-masing (distinctive). Hal ini dilakukan misalnya, SMK atau program studi perikanan perlu ada di semua wilayah di kawasan pantai atau nelayan, keteknikan perlu ada di semua wilayah di kawasan industri, SMK perhotelan perlu ada di daerah-daerah parawisata, begitu juga bidang-bidang lainnya.

Distribusi penduduk dan transisi demografi di masing-masing daerah tidak merata karena perbedaan komposisi demografi[11]. Ada daerah-daerah yang masuk kategori transisi terlambat (late transition) seperti Jawa Timur atau Sulawesi Utara misalnya, ada juga yang masuk transisi dini (early transition) seperti Jawa Barat, Jawa Tengah, sebagian Sumatera dan Kalimantan, ada juga yang pra transisi (pre transistion). Kebijakan demografi setiap daerah harus disesuaikan dengan transisi demografi ini, disamping dengan kearifan lokal yang ada.


E. Penutup

Simpulan

Dari pembahasan di atas, beberapa kebijakan dapat dijalankan oleh Pemerintah Daerah dalam memanfaatkan bonus demografi sebagai berikut:

  1. Menyiapkan sumber daya manusia unggul berdaya-saing (competitive) dan unik (distinctive) melalui kebijakan pendidikan dengan penekanan pada literasi data, teknologi dan kemanusian. Penekanan perlu juga ditujukan pada STEM (Science, Technology, Engineering, & Mathematics), dan kebijakan peningkatan produktivitas tenaga kerja melalui penguatan UMKM karena sebagian besar demografi muda ada di sektor itu.
  2. Mengarahkan pembangunan infrastruktur melalui kebijakan percepatan transformasi digital sehingga mengurangi kesenjangan digital, mengendalikan urbanisasi dan meningkatkan daya saing daerahnya.
  3. Kebijakan pembangunan wilayah dengan orientasi keselarasan SDM-SDA, sehingga masing-masing daerah memiliki kesempatan yang sama untuk maju dan bersaing, sesuai kearifan lokalnya masing-masing (distinctive). Kebijakan juga harus disesuaikan dengan transisi demografi.
Saran

Pengembangan ekosistem digital di daerah harus sinkron juga dengan Percepatan SPBE Pemerintah Pusat sehingga ekosistem pertumbuhan ekonomi di daerah selaras dengan program pemerintah dalam meringkas regulasi dan birokrasi dan siap di Era Industri 4.0.

Daftar Pustaka

  1. Buchholz, K. 13.07.2020. Continental Shift: The World’s Biggest Economies Over Time. https://www.statista.com/chart/22256/biggest-economies-in-the-world-timeline/. Diakses 16.07.20203
  2. Dye, T.R. 2013. Understading Public Policy 14th Ed. New Jersey, USA: Pearson Education, Inc.
  3. UN General Assembly. 1987. Report of the World Commission on Environment and Development: Our Common Future. Oslo, Norway: UN General Assembly, Dev.and Int’l Co-operation: Environment.
  4. Cholifihani, M. 2020. Pemanfaatan Bonus Demografi Indonesia di Era Revolusi Industri 4.0. Ceramah BS Demografi pada PPRA LXI. 27.07.2020. Jakarta: Lemhannas RI.
  5. OECD. 2018. Programme for International Student Assessment (PISA) Result Form PISA 2018. Country Note Indonesia.
  6. Wiryawan, G. 2020. “Can Indonesia compete?” Strategic Review by SGPP Indonesia. http://sr.sgpp.ac.id/post/can-indonesia-compete. Diakses 27.06.2020.
  7. UNDP. 2019. Human Development Reports 2019. UNDP. New York.
  8. OECD. 2018. “Putting faces to the jobs at risk of automation”. Policy Brief on The Future of Work. OECD Publishing, Paris.
  9. Wiryawan, G. 2020. “Can Indonesia compete?” Strategic Review by SGPP Indonesia. http://sr.sgpp.ac.id/post/can-indonesia-compete. Diakses 27.06.2020.
  10. Kamil, R. 2020. Kompetensi Birokrat di Daerah dalam Menghadapi Revolusi Industri 4.0.Ceramah BS Sismennas pada PPRA LXI. 22.06.2020. Jakarta: Lemhannas RI.
  11. Bappenas. 2018. Gender, Urban Space and Global Circulation. The 2nd International Conference on Strategic and Global Studies (ICSGS). Jakarta: 24th October 2018. https://sksg.ui.ac.id/wp-content/uploads/2018/11/181023b-Bahan-Paparan-ICSGS.pdf. Diakses 01.08.2020

Implementasi Nilai-nilai Keselarasan dan Keadilan dalam Mencerdaskan Kehidupan Bangsa

PENDAHULUAN

Binatang lahir ke dunia dilengkapi berbagai “senjata” untuk mempertahankan hidupnya. Ada yang diberi taring kuat seperti singa atau harimau, sehingga kalau lapar mereka cukup berburu mangsa. Lalu ada yang diberi sayap yang lebar dan cakar yang tajam seperti burung elang, sehingga kalau lapar mereka cukup terbang dan menyambar mangsanya dari atas. Ada juga yang dibekali otot-otot yang kuat seperti kuda dan banteng Afrika yang bisa berjalan berlari berpindah ribuan kilometer untuk mencari rumput segar sebagai makanannya.

Manusia lahir tak berdaya, tak berbekal senjata-senjata itu. Manusia
hanya dibekali otak untuk bernalar, berpikir dan menciptakan sesuatu untuk
kehidupan kita. Senjata yang dimiliki binatang sangat statis, tetapi fungsi nalar manusia untuk mempertahankan hidup sangat dinamis dan bisa ditingkatkan setinggi-tingginya melalui pendidikan dan kemudian ilmu pengatahuan.

Dulu manusia berburu, dengan nalar dan proses berpikirnya mereka
menciptakan senjata dari batu untuk berburu. Cara hidup seperti ini disebut
Masyarakat Berburu 1.0. Ilmu pengetahuan mulai berkembang, manusia
mengubah cara hidupnya dari berburu menjadi bertani, lahirlah Masyarakat
Agraris 2.0. Ilmu pengetahuan dan teknologi (iptek) kemudian berkembang
lebih maju menghasilkan mesin uap dan lain-lain, lahirlah Masyarakat Industri 3.0. Iptek berkembang terus melahirkan Teknologi Informasi dan Komunikasi (TIK) yang mempermudah banyak pekerjaan manusia, lahirlah Masyarakat Informasi 4.0. Kini, teknologi seperti Internet of Things, Artificial Intelligence, Big Data dan Robot mulai memasuki setiap aspek kehidupan masyarakat dan akan mengubah cara hidup manusia. Peradaban manusia sedang menjelang satu perubahan lagi, i.e., Masyarakat Informasi 4.0 ke Masyarakat 5.01[1].

Evolusi masyarakat 1.0 s.d. 5.0 ini merupakan perkembangan peradaban, perjalanan akumulasi ilmu pengetahuan, perjalanan perkembangan nalar manusia. Dari kebutuhan sederhana, seperti senjata berburu di era Masyarakat 1.0 hingga ke superkomputer di era Masyarakat 5.0, semua merupakan hasil proses berpikir, merupakan hasil dari fungsi nalar
dan daya cipta (kreativitas) manusia. Fungsi nalar manusia ini tidak hanya
menghasilkan produk-produk fisik untuk kebutuhan jasmaninya saja, fungsi
nalar juga telah menghasilkan berbagai produk abstraksi seperti ideologi,
filosofi, atau keyakinan yang juga diperlukan manusia untuk hidupnya.

Fungsi nalar ditumbuh-kembang-buahkan melalui pendidikan.
Pendidikan sangat penting untuk perkembangan peradaban manusia, bahkan mungkin yang terpenting kalau kita melihat sejarah bagaimana negara-negara lain menjadi negara maju dan memimpin dunia di berbagai bidang. Para Founding Fathers Republik ini memahami betul hal ini, oleh karena itu menyatakan bahwa mencerdaskan kehidupan bangsa merupakan salah satu dari visi pendirian Negara ini di antara memajukan kesejahteraan umum dan melaksanakan ketertiban dunia[2]. Dan kita perlu bersyukur bahwa pemimpin-pemimpin kita sekarang telah mencanangkan bahwa
pembangunan manusia dan penguasaan iptek ini sebagai pilar pertama pada
Visi Indonesia Emas 2045[3].

Cerita pendidikan di Republik ini sejak berdiri hingga sekarang belum
sampai pada sebuah episode yang menggembirakan. Berbagai masalah
mengemuka seperti isu mengenai watak atau budi pekerti, nilai literasi, sains dan matematika kita dibanding dengan negara lain, sarana dan prasarana yang masih terbatas, pemerataan kesempatan dan lain-lain.

Esai ini mencoba membahas mengenai implementasi nilai-nilai
keselarasan dan keadilan yang terdapat dalam Pancasila sebagai falsafah
bangsa dan ideologi negara dalam upaya mencerdaskan kehidupan bangsa.

PEMBAHASAN

Wajah pendidikan Indonesia belum memperlihatkan wajah ceria dan menggembirakan menuju kehidupan bangsa yang cerdas sesuai dengan nilai-nilai Pancasila—sebagai falsafah dan ideologi yang menjadi tuntunan dalam kehidupan berbangsa dan bernegara. Beberapa kondisi pendidikan saat ini yang perlu perhatian dan perbaikan adalah sebagai berikut:

[Sumber: https://akcdn.detik.net.id/community/media/visual/2018/08/07/5318f0a8-f238-4f0e-a23e-aa8831d3ba9d_169.jpeg]
  • Watak atau karakter: Nilai-nilai budi pekerti (watak mulia) yang tertanam masih terlihat kurang. Padahal ini paling penting, sebagaimana pepatah mengatakan, “Kennis is macht, Karakter is meer.” (Knowledge is power, but character is more). Banyak pelajar kita yang melakukan tawuran dan berbagai kekerasan hingga mengganggu ketertiban umum[4]. Masih tingginya tingkat korupsi di Indonesia merupakan salah satu akibat jangka panjang dari pendidikan moral yang kurang berhasil. Pemberantasan korupsi di Indonesia tidak menunjukkan hasil yang signifikan. Pada tahun 2010 Indonesia menduduki urutan ke 110 dari 180 negara dengan skor 28[5], dan pada tahun 2019 menduduki urutan ke 85 dengan skor 40/100[6].
  • Kualitas pendidikan: The Programme for International Student Assessment (PISA) adalah survey 3 tahunan terhadap siswa usia 15 tahun untuk mengkaji tingkat penguasaan pengetahuan kunci (key knowledge) dan keterampilan dasar (essential skill) yang diperlukan para siswa untuk dapat berpartisipasi penuh dalam masyarakat. Hasil program ini menunjukkan bahwa kemampuan siswa Indonesia untuk berpartisipasi penuh dalam masyarakat masih kurang[7] sebagai berikut:
    • Literasi rendah: Kemampuan baca siswa Indonesia menunjukkan nilai 371 di bawah nilai rata-rata negara-negara OECD, 487.
    • Matematika rendah: Kemampuan Matematika siswa Indonesia dengan nilai 379 di bawah nilai rata-rata negara-negara OECD 489.
    • Sains rendah: Kemampuan baca siswa Indonesia dengan nilai 396 di bawah nilai rata-rata negara-negara OECD, 489.
    • secara rata-rata Indonesia berada diperingkat ke 72 dari 77 negara.
Kecenderungan kemampuan siswa Indonesia dalam membaca, matematika dan sains.
  • Memicu stress: Padatnya jadwal sesuai dengan kurikulum membuat siswa malah merasa tertekan bahkan alami stres[8]. Nuansa pendidikan sekarang masih merupakan warisan revolusi industri 2.0 yang memaksa manusia menjadi operator pabrik dan tidak konstruktif.
  • Pemerataan: Disparitas yang sangat curam baik dalam mutu proses pembelajaran, mutu guru maupun sarana prasarana merupakan masalah besar dalam dunia pendidikan di Indonesia, antara kondisi pendidikan di pusat dan di daerah, antara di sekolah unggulan dan di sekolah biasa, dan lain-lain.
  • Sarana dan Prasarana: Masih jauh dari memadai untuk tumbuh kembang anak baik jiwa maupun raganya. Pepatah bahwa ”di dalam badan yang sehat terdapat jiwa yang kuat” masih sebatas jargon, belum diterapkan di sekolah-sekolah dasar di mana anak-anak sedang dalam masa pertumbuhan yang cepat. Misalnya, kita mengaku negara maritim, tetapi banyak anak indonesia yang tidak bisa berenang, karena akses ke kolam renang bukanlah hal bisa dikatakan terjangkau.

Penutup

Dari latar belakang sebagaimana dibahas di atas, beberapa simpulan dapat ditarik sebagai berikut di bawah ini. Adapun simpulan ini berupa gagasan sebagai salah satu dari sekian alternatif solusi dalam menyelesaikan permasalahan-permasalahan pendidikan sebagaimana diuraikan di atas.

  1. Pendidikan Watak (Character Education) harus diperkuat. Watak lebih penting dari Ilmu. Dan hal ini merupakan cita-cita moral Pancasila baik dilihat dari dimensi teologis/religius, dimensi etis maupun dimensi integral-integratif. Pancasila mengingikan seluruh warga negara Indonesia memiliki watak mulia yang terbebas dari dominasi kebendaan, memiliki harkat dan martabat, bertanggung jawab dan berjuang untuk kemanusiaan dan keadilan di dunia[2]. Nilai-nilai keselarasan antara hakekat dan materi, antara individu dan sosial harus ditanamkan sejak dini dalam kurikulum sekolah.
    Dari perspektif kebangsaan, seorang negarawan Romawi Kuno, Cicero[9], mengatakan bahwa “within the character of the citizen, lies the welfare of nations,”. Lalu apa watak itu? Watak adalah satu set qualitas sifat kita, seperti kejujuran, kerendahan hati, keberanian, tanggung jawab, keramahan, determinasi ketika menghadapi kesukaran. Watak di sini adalah moral, atau budi pekerti yang didasari nilai-nilai religius, kekeluargaan, keselarasan, kerakyatan dan keadilan sebagaimana yang diamanatkan Pancasila.
    Nilai-nilai Pancasila tersebut perlu ditanamkan pada anak-anak kita sejak dini secara terstruktur dan berkelanjutan dari satu generasi ke generasi berikutnya. Presiden Amerika ke 16, Abraham Lincoln[10] pernah mengatakan bahwa, “The philosophy of the classroom in one generation will be the philosophy of government in the next.” Pembangunan watak harus dimulai sejak dini, karena hasil penelitian menunjukkan bahwa personality, yang menjadi inti watak (character core) itu rata-rata terbentuk sejak kecil[11] dan hampir tidak berubah selama beberapa dekade sampai dia dewasa kecuali ada pengalaman traumatik.
  2. Penyederhanaan mata pelajaran perlu dilakukan karena mata pelajaran sekarang itu terlalu banyak, dan masih kental bernuansa revolusi industri 2.0 di mana orang-orang dididik untuk memasok kebutuhan pekerja industri yang terkotak-kotak. Padahal otak manusia tidak dikotak-kotak seperti mata pelajaran yang ada sekarang. Anak-anak menjadi stress sejak dini. Dan ini tidak baik untuk kegiatan pembelajaran yang seharusnya menyenangkan dan produktif. Accelerated Learning[12] yang melibatkan keselarasan akal and badan, berbasis kreasi dan kolaborasi, berbasis multi-tasking dan learn by doing, dapat diadopsi dan diadaptasi dengan nilai-nilai keselarasan Pancasila untuk sistem pembelajaran di Indonesia.
  3. Peningkatan kuantitas dan kualitas sarana dan prasarana. Anak adalah titipan dan anugerah Tuhan sebagaimana nilai-nilai religius Pancasila. Mereka adalah pemimpin masa depan. Sarana prasarana untuk tumbuh kembang mereka, mulai dari sekolah sampai akses menuju sekolah harus disiapkan sebaik-baiknya sebagai tanda syukur dan niat kita untuk membangun masa depan meraih-wujudkan cita-cita negara, yaitu Indonesia yang merdeka, berdaulat, bersatu, adil dan makmur.
  4. Pemerataan. Penulis dan beberapa rekan telah mencoba membangun satu sekolah dasar sebagai implementasi nilai-nilai keadilan Pancasila dalam upaya mencerdaskan kehidupan bangsa. Sekolah ini diberi nama Sekolah HikARi (Hikmah Anak negeRI), suatu sekolah kampung berwawasan nusantara, menjunjung tinggi kearifan lokal dan sadar akan perkembangan global. Sekolah ramah anak dan menyenangkan. Sekolah Hikari hadir untuk anak-anak Negeri meniti kemandirian, memupuk kemampuan bekerja-sama (Persatuan Indonesia). Sekolah Hikari bukan sekolah eksklusif Islam Terpadu atau sekolah eksklusif Katolik. Anak semua etnis, semua agama dapat bersekolah di sini. Anak Yatim bebas biaya, yang kurang mampu bisa membayar dengan kotoran ternak, sampah daur ulang atau bekerja dua hari di sekolah dalam sebulan, yang kaya membayar dengan biaya yang reasonable dan terjangkau. Sekolah ini mengimplementasikan nilai-nilai keadilan sosial untuk masyarakat.

Daftar Pustaka

  1. Cabinet Office of Japan (Kantor Kabinet Jepang). 2020. Society 5.0
    https://www8.cao.go.jp/cstp/english/society5_0/index.html
  2. Lemhannas RI. 2020. Bidang Studi Empat Konsensu Dasar Bangsa. Sub Bidang Studi Pancasila. Jakarta.
  3. Kementererian PPN/BAPPENAS. 2019. Visi Indonesia 2045: Manfaatkan Bonus Demografi Demi Wujudkan Indonesia Maju. https://www.bappenas.go.id/id/berita-dan-siaran-pers/jakarta-menterippnkepala-bappenas-bambang-brodjonegoro-berbicara-mengenaipentingnya-penyelarasan-visi-indonesia-2045-dengan-vi/. diakses 09.04.2019.
  4. DetikNews. 2020. Viral Sekelompok Pelajar SMA di Depok Tawuran hingga Masuk Mal.
    https://news.detik.com/berita/d-4857325/viral-sekelompokpelajar-sma-di-depok-tawuran-hingga-masuk-mal/2. diakses 27.05.2020
  5. Transparency International. 2010. Corruption Perception Index 2010. Berlin.
  6. Transparency International. 2020. Corruption Perception Index 2019. Berlin
  7. OECD. 2018. PROGRAMME FOR INTERNATIONAL STUDENT ASSESSMENT (PISA) RESULT FORM PISA 2018. Country Note Indonesia.
  8. Pikiran Rakyat. 2019. Sistem Pendidikan Indonesia Rentan Picu Stres, Mendikbud Didesak Lakukan Revolusi. https://www.pikiranrakyat.com/pendidikan/pr-01324449/sistem-pendidikan-indonesiarentan-picu-stres-mendikbud-didesak-lakukan-revolusi. 06.12.2019. diakses 26.05.2020.
  9. Daily Herald. 2013. “What is Character Education and why do we need it?” LIFE LEARNING.
    https://www.heraldextra.com/studentnews/health/what-is-charactereducation-and-why-do-we-need-it/article_1b6b9e14-157c-11e3-aeb0-001a4bcf887a.html. 04.09.2013. diakses 27.05.2020
  10. Hanna, P.R. 1902. Assuring Quality for The Social Studies in Our Schools. Hoover Press Publication 350. Standford, California.
  11. Nave, C.S. 2010. “On the Contextual Independence of Personality: Teachers’ Assessments Predict Directly Observed Behavior after Four Decades.” Soc. Psychol. Personal Sci. 3 (1). 1-9.
  12. Rose, C. and M.J. Nicholll. 1998. Accelerated Learning for the 21st Century. Dell Publishing. New York.

Konspirasi Alam Semesta

Kata Om Paulo, jika kamu menginginkan sesuatu, alam semesta akan berkonspirasi membantumu untuk meraihnya. Kalau kamu belum merasakan bantuan itu, berarti masih ada keraguan dalam kemauanmu.
Peraihan atau pencapaian sesuatu kadang langsung dan mudah. Tapi lebih sering harus berputar jauh, lama, sulit, melelahkan, mengundang kesal dan amarah, bahkan keputusasaan.


Mimpi adalah target yang selalu bergerak. Kamu dekati, mungkin dia akan menjauh. Kamu coba jauhi, dia akan tetap bersemayam di hatimu. Dengarkan kata hatimu, dan kejarlah mimpi itu. Mimpi itu ada, dan itu milikmu.

The Best of All Possible Worlds

Kata Kakek Voltaire, ini adalah yang terbaik dari semua kemungkinan dunia. Kita harus selalu optimis, tegar menjaga bahwa setiap hal adalah yang terbaik, walaupun di awal (mungkin) kita menganggapnya itu yang terburuk.

Saya jadi ingat dulu. Pulang dari Negeri Sakura selesai sekolah, merelakan tawaran izin tinggal tetap, apartemen yang nyaman, gaji yang tinggi dan berbagai kesempatan yang enjoy-able. Saya memilih menunaikan muamalat saya dengan Negara yang telah menyekolahkan saya.

Pulang ke tanah air, kos di Ibukota di kawasan seberang kantor, di sebuah bilik berdinding triplek berjendela ram kawat kandang ayam di lantai 2. Kamar mandi ada di lantai 1, hanya toilet jongkok dan 1 ember berukuran sedang. Setiap pagi pergi dan malam pulang kerja melewati gang sempit diapit comberan bau di kiri dan di kanan. Kalau kebetulan hari hujan dan gang itu banjir, saya kadang harus merayap seperti seorang spideman, melebarkan kedua kaki dan tangan saya berjalan di dinding-dinding rumah orang yang berada di kiri dan kanan gang sempit itu. Comberan bisa saya hindari namun baunya apa daya.

Saya sempat mengutuk. Pilihan buruk apa yang telah saya ambil, menolak tawaran menggiurkan setelah sekolah bertahun dan meraih gelar tinggi. Namun kemudian saya sadar bahwa itu adalah kemurahan Tuhan, yang menyelamatkan saya dari duri, beling atau paku berkarat yang mungkin saya injak di jalan lain yang bagus dan bebas bau. Itu adalah kemurahan Tuhan yang merelakan saya terhindar dari ujian yang mungkin tak sanggup saya pikul.

Saya mempelajari bahwa semua yang terjadi adalah anugerah, kalau saja kita mampu mensyukurinya. Dan semua yang terjadi mungkin kutukan kalau kita hanya menyerapahinya.

Flow Like a River

Having a dream is like following a river current. We may hit a stone wall and get stuck in a moment like we can’t get out of it. The stuck we get is there for a reason. It may let us have a break to reflect on ourselves or to have ourselves around to recover our integrity, so we can continue this journey of our life –like a river flows surely to the sea.

Lagi-lagi tentang Perubahan

Perubahan adalah salah satu hukum dasar alam. Tidak ada yang tetap, kecuali perubahan itu sendiri. Dampak perubahan berlainan kepada setiap individu atau institusi, bisa favorable, adem dan menyenangkan, bisa juga overheating, gerah dan bahkan mungkin detrimental.

Fokus pada dunia persaingan ekonomi, perubahan di sana sangat hebat, bahkan brutal. Tidak ada kata “belas kasihan” dalam kamus persaingan ekonomi. Semua tentang rantai makanan, rantai pertumbuhan. Yang bisa menyesuaikan diri dengan perubahan akan tumbuh, dan yang tidak, billahi taufiq wal hidayah, wassalaam.

According to Darwin’s Origin of Species, it is not the most intellectual of the species that survives; it is not the strongest that survives, but the species that survives is the one that is able best to adapt and adjust to the changing environment in which it finds itself.

Leon C. Megginson, ‘Lessons from Europe for American Business’, Southwestern Social Science Quarterly (1963) 44(1): 3-13, at p. 4.

Dulu kerajaan-kerajan ekonomi dikuasai perusahaan migas, sekarang berdasarkan nilai pasar (market value), dunia ekonomi dikuasai perusahaan teknologi informasi. Dan para penguasa ini bersaing sangat dahsyat. Dulu Yahoo Messenger menempati “hati” banyak orang, sekarang semua “lari” bersama WhatsApp. Dulu Nokia dalam genggaman tangan banyak orang, beberapa tahun lalu CEOnya menangis, “We did not do anything wrong, but somehow, we lost.” sesaat sebelum mobile and device divisionnya Nokia ditelan Microsoft.


Nothing has ever built to last. One falls another rises. Kalau perubahan adalah hukum dasar alam, maka adaptasi adalah hukum dasar hidup. Yang bisa beradaptasi dan mengelola perubahan dengan baik dia akan bertahan dan tumbuh. Perubahan sering kali tidak diharapkan, tetapi tidak juga untuk dikeluhkan. Perubahan sering kali diibaratkan angin atau gelombang. Perubahan itu untuk dikelola. Seperti seorang pelaut yang selalu mengatur layar perahunya menyesuaikan dengan angin, atau peselancar yang memainkan papannya di atas gelombang. Perubahan harus dikelola agar kita tetap menuju destinasi kita atau agar kita tetap bisa menari bahagia bersama gelombang kehidupan kita.

Page 1 of 3

SEMARAK FOUNDATION