Change is never easy. You fight to hold on. You fight to let go.
THE WONDER YEARS
Dalam perjalanan hidup, kita meraih sesuatu, mencintai sesuatu dan kehilangan sesuatu. Seorang anak mungkin harus ikhlas menyerah akan mimpinya menjadi pemain bola karena berbagai alasan, walaupun dia sudah investasikan waktu dan tabungannya. Seorang remaja mungkin harus putus dengan pacarnya karena berbagai alasan pula. Seorang pelajar muda mungkin harus menyerah masuk jurusan yang dia inginkan begitu hebat di perguruan tingginya, tentu dengan berbagai alasan pula.
Kebanyakan celoteh, saran, tulisan, artikel maupun buku tentang motivasi kehidupan seringkali menyuarakan bahwa kita harus bertahan, hold on, keep fighting, never give up atau apapun yang senada. Jarang sekali saya menemukan kalimat yang mengajarkan kita bagaimana caranya untuk “menyerah/mengalah/melepaskan/mengundurkan diri dengan baik,”. (Bagi mereka yang berlebaran mungkin Al-Baqarah:216 cukup menjadi pedoman)
Salah dua dari sekian jarang buku yang memperkenalkan bagaimana cara mengalah atau mundur tersebut adalah buku “Integrity” nya Henry Cloud dan “The Last Lecture”nya Randy Pausch.
Dalam bukunya Dr. Cloud bercerita bahwa dia pernah menjadi konsultan sebuah perusahaan yang merugi jutaan dolar akibat sang direktur secara emosional tidak mampu melepaskan sebuah agenda perusahaan yang betul-betul mentok alias buntu. Karena ketidakmampuan sang direktur untuk mengalah ini, dia telah mengantarkan perusahaannya jatuh mendekati kehancuran. Sang direktur memiliki integritas yang baik, dia juga dikenal sebagai seorang yang jujur. Tetapi dia juga tidak mampu menghadapi kenyataan bahwa dia harus kehilangan sesuatu yang telah dia invest. Padahal setiap pemimpin dari waktu ke waktu harus mampu mengalah atau mundur selangkah untuk melakukan regroup, recover dan meraih sukses.
Sedangkan Dr. Pausch dalam bukunya menulis, “Dengar, saya akan menemukan cara untuk bahagia, dan saya sangat senang kalau saya bisa berbahagia bersama mu, tetapi kalau saya tidak bisa berbahagia dengan mu, maka saya akan menemukan cara untuk berbahagia tanpa mu.” .
Kapan kita harus mundur atau mengalah, kapan juga kita harus tetap bertahan –seperti seorang keras kepala atau mungkin lembam tak berdaya– memang merupakan sebuah fungsi dengan variabel waktu dan keadaan. Tidak serta merta setiap menemukan kesulitan kita harus segera menyerah. Kata orang jepang “akinai san nen”, arti harfiahnya urusan itu tiga tahun baru terlihat kecenderungannya. Segala sesuatu itu perlu waktu. Tetapi sekali lagi bukan tanpa batas.
Terakhir ijinkan saya menutup celoteh ini dengan:
Some of us think holding on makes us strong, but sometimes it is letting go.
HERMAN HESSE
Leave a Reply