Author: Fadilah Hasim Page 2 of 3

佐久間象山の人生チャート

人は、生まれてから最初の十年は、己のことだけ考えればよい。

そして次の十年は、家族のことを考える。
二十になってからの十年は、生まれた故郷のことを考える。
そして三十になったら、日本のことを考える。
四十になったら、世界のことを考える。

Peta Jalan Hidup Sakuma Shōzan
Hidup itu, 10 tahun pertama sejak lahir pikir diri sendiri.
10 tahun berikutnya pikir tentang keluarga.
10 tahun sejak usia 20 pikir tentang tanah kelahiran (kampung halaman).
Kalau sudah menginjak 30 tahun pikir masalah tanah air (negara).
Dan kalau sudah 40 tahun, pikir tentang dunia.

Great Nations Do Great Things

What makes a nation great? Is it economic wealth? Or military super power across sea, land and air? Or is it the number of Nobel Peace Prizes or Olympic medals?

A nation is nothing more than a collection of people living within a set of physical borders. We can measure the greatness of a nation by seeing the people live there.

What makes people great then? Well, I think it’s not how much money they can make, nor the number of cars or houses they own. But what contributions they have made to their community, to their society. It’s about their generosity. It’s about their ideas, how they changed the world with them, how they made a difference, how they have made profits for the human race, for the next generation.

Have we even tried to make any differences? How hard did we try?

Our ancestors have made many great architecture monuments which we are — as their descendants– able to make many benefits from them. Tourism and its domino effect such as transportation, food industries, lodging, you name it.

Now, what our generation has made that we can offer to our children? Depletion of many natural resources? air and water pollution? Foreign debts?

Ya Rabb, lead us to keep our integrity intact so we can make a difference, make a meaningful contribution and elevate human society to a higher level of coexistence and civilization.

Pengetahuan itu Penting, Tetapi Watak Lebih Penting

Kennis is macht, karakter is meer.
(Knowledge is power, but character is more.)

anonymous

Orang orang bestari dahulu memberikan nasehat:

Berpikirlah yang baik, karena itu akan menjadi perkataanmu.
Berkatalah yang baik, karena itu akan menjadi perilakumu.
Berperilakulah yang baik, karena itu akan menjadi kebiasaanmu.
Peliharalah kebiasaan yang baik, karena itu akan menjadi watakmu.
Milikilah watak yang baik, karena itu membentuk nasibmu.

Untaian kalimat di atas sering diatributkan sebagai perkataan Ralph Waldo Emerson, Lao Tzu, Frank Outlaw, Gautama Buddha, atau Ayahnya Margaret Thatcher. Terlepas siapa yang mengatakan pertama kali sebenarnya. Perkataan itu sangat baik, dan layak untuk dibagikan. Seorang ahli falsafah Yunani, Heraclitus, sebelumnya telah merangkum tulisan di atas secara sederhana, “man’s character is his fate,” (watak seseorang itu, itulah nasibnya).

Watak, atau karakter akan membentuk nasib seseorang secara individu, dan watak pulalah yang menentukan nasib suatu kaum atau masyarakat.

Tuhan tidak akan mengubah nasib suatu kaum, sebelum kaum itu sendiri mengubah apa-apa yang ada pada diri mereka.

QS:13:11

Apabila kita lirik sedikit sejarah, kita tahu begitu banyak peradaban super hebat pada zaman baheula. Mereka bangkit dan runtuh, mereka tidak pernah abadi. Kebanyakan mereka runtuh bukan karena serangan lawan atau ditaklukan musuh secara tiba-tiba. Mereka runtuh karena kerusakan moral dari dalam, perlahan, senyap dan mungkin kurang disadari. Dari perspektif kebangsaan, seorang negarawan Romawi Kuno, Cicero, mengatakan bahwa “within the character of the citizen, lies the welfare of nations,” (Dalam lingkup watak warganegaranya, terletak kesejahteraan suatu bangsa).

Lalu apa watak itu? Watak adalah satu set qualitas sifat kita, seperti kejujuran, kerendahan hati, keberanian, tanggung jawab, keramahan, determinasi ketika menghadapi kesukaran. Watak di sini adalah moral, akhlak, budi pekerti. Nilai-nilai inilah yang perlu ditanamkan pada anak-anak kita, perlu diteruskan dari satu generasi ke generasi berikutnya. Bukan nilai A atau 100 untuk suatu bidang ilmu. Karena wataklah kelak yang akan membuat setiap individu mampu memanfaatkan potensinya, mampu mengatasi kekurangannya dan mampu bertahan dalam setiap perubahan.

Dan ingatlah selalu, bahwa Tuhan menurunkan Rosul di setiap jamannya dahulu lebih ke membangun watak dan menyempurnakan akhlak, daripada membangun kepintaran atau yang lainnya. Nabi Musa AS dengan integritasnya, Nabi Ibrahim As dengan komitmennya, Nabi Isa AS dengan kasih sayang dan empatinya, Nabi Muhammad SAW dengan kejujuran dan integritasnya dst.

Berbagai Dunia

Ideal manis yang makin menipis.
Krisis sadis yang makin mengikis.
Tak ada pelipur tangis.
Tak ada penawar sakit.

Yang terlihat di panggung
Yang terjadi di balik panggung
Terpisah tirai tuli bisu
Hanyutkan jiwa semakin ragu

Kebaikan yang ditampil-samarkan
Jahanam yang dilaku-lampahkan
Dalam rapi kerangka tertata
Seolah lupa raga ini fana

Kemuliaan kekal Tuhan tawarkan
Bukan untuk rayu hina sesaat
Wahai jiwa yang dulu tenang
Kembalilah untuk diridhai dan ridha

(coretan ini mengalir setelah mendengar cerita tentang “dunia” dari sahabat terbaikku Faisal)

Hidup Itu Seharusnya Indah, Begitu Juga Berbagai Ujian

Selamat menempuh UAS kembali anak-anak dan Ibu/Bapak Guru Hikari.

Ujian akhir semester atau ujian apapun kita tempuh untuk mengetahui kesalahan atau kekurangan kita, mengakuinya dan kemudian memperbaikinya. Ujian itu adalah kesempatan kita mengevaluasi diri. Mari kita siapkan diri sebaik-baiknya, tetap tenang dan percaya diri. Jangan takut salah, karena orang yang tidak pernah salah hanyalah orang yang tidak pernah berbuat apa-apa dalam hidupnya. Mereka yang berhasil atau sukses itu bukan mereka yang tidak pernah gagal, tetapi mereka yang selalu  tetap semangat bangkit kembali pada saat mereka jatuh atau gagal.

Ujian kita tempuh untuk bersaing (compete), tetapi bukan dengan orang lain. Kita bersaing dengan diri kita sendiri. Ujian kita tempuh bukan untuk meraih peringkat yang lebih dari orang lain atau mengalahkan orang lain. Ujian kita tempuh untuk melatih apakah kita sudah melakukan yang terbaik untuk diri kita?

Tidak perlu gusar atau stress setiap kali menghadapi ujian akhir semester, karena hidup tidak terbagi-bagi ke dalam semester. Hidup terlalu indah kalau harus dibagi-bagi persemester. Tetapi kita juga tidak boleh meremehkannya. Kita tidak boleh menyepelekan apapun dalam hidup kita. Setiap hal kecil yang kita jumpai, setiap detik setiap momen yang kita miliki adalah kesempatan kita untuk berusaha yang terbaik untuk meraih semua mimpi dan kebahagian kita. Mari kita paham-amalkan hikmah-hikmah berikut:

Dan barang siapa yang mengerjakan kebaikan sebesar biji zarah, niscaya ia akan menerima pahalanya (ganjarannya, upahnya)

q.s. az-zalzalah:7

GREAT THINGS are done by a series of small things brought together

vincent van gogh

The man who moves a mountain begins by carrying small stones

confucius

Sekali lagi, selamat menempuh UAS anak-anak Hikari. You can be the greatest, you can be the best! Ingat, berhasil bukan berarti akhir dan gagal bukan berarti fatal. There’s always room for us to improve our success. And there’s always a second chance for us to fix our mistakes.

Salam semangat anak Hikari

Cerdas ceria anak Hikari

Berdoa untuk Kemudahan? atau Kekuatan?

April telah tiba. Tahun 2015 pun sudah berlari ¼ perjalanan lebih. Ada yang galau dengan UN, ada yang ragu dengan jabatan baru. Tapi itulah mungkin pahit manis kehidupan. Kita harus mengetahui yang pahit, agar kita bisa mensyukuri yang manis.

Hidup tidak lebih dari serangkaian ujian, seorang sahabat mengingatkan. Dari ujian yang satu ke ujian berikutnya, begitulah kita meniti hari merajut waktu. Hasilnya mungkin kita bisa nikmati semasa hidup kita, mungkin juga dirapel di “sana” setelah kita meninggalkan dunia fana ini. Hidup ini boleh dibilang lebih banyak pahitnya dari pada manisnya. Simaklah kisah para rosul dan sahabat-sahabatnya, atau para kreator di jamannya, mulai dari komposer sampai ke pelukis ternama, dari ilmuwan hingga ke inventor. Jasa jasa mereka itu kadang baru disyukuri oleh yang lain setelah mereka tiada. “Life is unfair, get used to it,” bahkan seorang Bill Gates pun mengatakan demikian.

Ketika kita menghadapi masa-masa sulit menghadapi ujian atau suatu urusan. Seringkali kita memohon dukungan doa kepada kerabat kepada sahabat. Banyak di antara kita memohon doa untuk kemudahan. “Mohon doanya diberi kemudahan,” atau “Mohon doanya agar urusannya lancar,”. Kita kadang lupa kisah-kisah di atas tadi. Bahwa hasil, prestasi, kebahagian atau pencapaian apapun yang berarti yang bernilai itu seringkali berada di tempat yang sulit dijangkau yang harus ditebus dengan berbagai pengorbanan termasuk fisik, mental, tak jarang juga air mata harus berderai bahkan darah harus menetes.

Ketika saya menghadapi masa-masa sulit atau menempuh berbagai ujian, saya selalu memohon doa keluarga dan sahabat untuk saya—bukan untuk urusan atau ujiannya—agar saya diberi kekuatan menghadapi berbagai kesulitan. Sehingga saya menjadi lebih kuat lebih tangguh pada setiap akhir ujian itu.

Begitu juga ketika seseorang meminta saya doa seperti tadi. Saya selalu katakan, “Saya doakan engkau memiliki kekuatan sehingga bisa menghadapi mengatasi ujian itu, walapun sebagaimana sulitnya”. Saya tidak berdoa untuk kemudahan ujiannya atau urusannya. Saya lebih mendoakan orang yang menghadapi ujian itu.

Saya percaya bukan kemudahan yang menempa kita menjadi individu yang kuat sehingga bisa meraih suatu pencapaian yang bernilai, tetapi justru berbagai kesulitan dalam setiap ujian, seperti halnya besi ditempa menjadi baja yang kuat, itu perlu pukulan yang cukup keras dan panas.

Arah Kebijakan Sekolah Hikari

Oleh: Prof. Dr. Shinji Nobira, Fadilah Hasim & Dr. Yanti Herlanti, M.Pd.

Visi

Generasi penerus yang memiliki karakter mulia dan pengetahuan dasar yang kokoh.

Misi

  1. Mengembangkan pengetahuan dasar dengan pembentukan karakter, kematangan emosional, kearifan lokal dan wawasan global.
  2. Menyelenggarakan pendidikan dan pembelajaran yang sederhana, ceria, dan efektif sesuai dengan perkembangan anak.

Motto Sekolah

Kemandirian dan Kerjasama

Tujuan Pendidikan dan Pembelajaran Sekolah Hikari

  1. Menyemai rasa empati dan rasa kebersamaan pada anak-anak.
  2. Membiasakan anak-anak bermain dan belajar dengan baik bersama temannya.
  3. Melatih anak-anak agar mampu menjaga diri mereka sendiri
  4. Mengajarkan anak-anak untuk memahami berbagai persepektif dan nilai-nilai secara individu, komunitas dan global
  5. Mengajak anak-anak untuk memiliki cita-cita tinggi dan meniti masa depan yang lebih baik

Kebijakan Manajemen Sekolah:

  • Kepala sekolah selalu berupaya mengarahkan para guru untuk menggunakan seluruh kemampuan terbaiknya.
  • Para guru selalu berupaya meningkatkan kapasitas dan profesionalitas.
  • Para guru selalu menghormati hak anak-anak dan memperhatikan apa yang mereka katakan.
  • Para guru tidak melakukan kekerasan apapun kepada anak-anak.
  • Para guru selalu berkomunikasi dan berbagi informasi, sehingga tumbuh pemahaman bersama dansaling pengertian.
  • Sekolah berusaha menciptakan suatu taman siswa yang sederhana dan menyenangkan.
  • Kelas selalu berupaya memupuk setiap anak bahwa “belajar itu seru”, “mengerti itu menyenangkan”, dan “tumbuh itu membahagiakan”.
  • Kegiatan pendidikan dan pembelajaran melibatkan sebanyak mungkin solusi masalah dalam pengalaman sehari-hari, interaksi dengan masyarakat dan alam sekitar, pengertian yang berkaitan dengan kehidupan dan kematian, dan topik-topik yang transversal dan komprehensif.
  • Sekolah selalu berusaha menjalin komunikasi yang baik dengan orang tua dan masyarakat sekitar.
  • Dengan semangat “silih asah, silih asuh, silih asih,” sekolah selalu berupaya menjalin silaturahim dan kerjasama dengan sekolah lain untuk meningkatkan kualitas pendidikan.

Prinsip-Prinsip Pembelajaran Terpercepat | Principles of Accelerated Learning

1. Pembelajaran melibatkan Akal and Badan.

Pembelajaran bukan hanya mengasah akal (otak kiri: kesadaran, nalar, logika, berhitung dan bahasa). Pembelajaran harus melibatkan keutuhan akal dan badan dengan emosinya, rasanya, dan semua fungsi inderanya.

Sebuah pepatah mengatakan, “Katakan padaku, aku mungkin lupa. Perlihatkan padaku, aku mungkin ingat. Libatkan aku, dan aku akan mengerti.” Indera pendengaran (audio) bukan merupakan jaringan saraf yang kuat dalam sistem otak kita. Indera penglihatan (visual) merupakan salah satu jaringan saraf yang kuat, oleh karena itu dianjurkan untuk menggunakan efek visual dalam pembelajaran. Tetapi yang lebih baik lagi adalah pembelajaran dengan melibatkan seluruh indera: dengar, lihat, rasa,…..dengan keterlibatan secara langsung (lihat juga prinsip No. 5).

2. Pembelajaran adalah kreasi, bukan konsumsi.

Pengetahuan bukanlah sesuatu yang bersifat konsumtif –kalau sudah puas selesai dan meninggalkan sampah. Pengetahuan adalah sesuatu yang kita ciptakan atau kita bangun. Dan pembelajaran terjadi ketika kita mengintegrasikan pengetahuan/informasi dan keterampilan baru pada struktur keberadaan kita. Secara literal pembelajaran dapat berarti menciptakan atau membangun arti baru atau pemahaman baru, jaringan saraf baru –sinaptic dari neuron di otak kita–, dan pola interaksi elektro kimia dalam sistem otak dan tubuh.

3. Pembelajaran secara Kolaborasi.

Semua pembelajaran mempunyai dasar sosial, baik interaksi dengan sesama maupun lingkungan. Belajar langsung melaui interaksi lebih efektif dari cara apapun. Kompetisi di antara kita sebagai pembelajar akan memperlambat proses pembelajaran atau perolehan ilmu. Kerjasama di antara kita akan mempercepat proses pembelajaran. Ilmu begitu luas, begitu dalam dan begitu tinggi di sekililing kita. Kita masing-masing merupakan individu-individu yang unik berbeda satu sama lain. Mengapa kita harus berkompetisi dengan sesama. Kompetisi, challenge atau fight kita yang terbesar adalah dengan diri kita sendiri, dengan kemalasan kita, dengan nafsu kita yang selalu ingin instan.

4. Pembelajaran terjadi dalam banyak tingkatan secara bersamaan.

Pembelajaran bukan penyerapan satu hal dalam satu waktu. Tetapi menyerap banyak hal dalam satu waktu. Pembelajaran yang baik terjadi pada setiap orang dalam berbagai level secara bersamaan (sadar dan bawah sadar, fisik dan mental). Pembelajaran yang baik menggunakan seluruh reseptor, rasa dan jaringan saraf pada sistem otak dan tubuh. Otak adalah paralel processor bukan sequensial, otak teralatih terasah ketika menghadapi tantangan untuk mengerjakan banyak hal dalam satu waktu. Misalnya, tangan kanan menggosok gigi, tangan kiri beresin alat-alat mandi.

5. Pembelajaran diperoleh ketika kita melakukan pekerjaan itu sendiri

Pembelajaran yang terbaik adalah dalam konteks. Apa yang kita pelajari dalam keadaan terisolasi susah untuk diingat dan begitu mudah untuk menguap. Ingat berapa persen yang kita ingat pelajaran yang kita pelajari dari sd hingga sma? Kita belajar berenang sebaiknya dengan melakukan renang, bukan membaca jurus-jurus renang, kita belajar manajemen dengan mengelola sesuatu, kita belajar bernyanyi sebaiknya dengan cara bernyanyi, kita belajar menjual sebaiknya dengan langsung berjualan. Sesuatu yang nyata dan konkrit adalah wahana pembelajaran yang terbaik. Namun tentu dalam hal ini kita perlu waktu juga yang cukup untuk melakukan umpan balik, refleksi, merenung dan tafakur.

6. Emosi positive meningkatkan pembelajaran

Perasaan sangat menentukan baik kualitas maupun kuantitas pembelajaran. Perasaan negatif menghambat pembelajaran, sebaliknya perasaan positif mempercepat pembelajaran. Pembelajaran yang penuh stress dan menyiksa akan menghambat atau mengaburkan bahwa pembelajaran itu sebenarnya menyenangkan.

7. Otak manusia lebih cenderung ke visual

Seperti kata pepatah, a picture speaks a thousand words, (sebuah gambar bercerita seribu kata), otak manusia lebih menyerupai image processor dari pada word processor. Informasi visual atau gambar nyata lebih mudah diserap dan lebih lama tersimpan di memori dari pada abstraksi kata-kata. Penggunaan efek visual atau bahkan contoh konkrit akan mempercepat pembelajaran daripada ngacaprak panjang lebar.

Pustaka

  1. Meier, D. (2000), The Accelerated Learning Handbook, McGraw-Hill, New York.
  2. Rose, C. and Nicholl, M.J., Accelerated Learning for the 21st Century:The Six-Step Plan to Unlock Your Master-Mind, A Dell Trade Paperback, New York.

Giving up doesn’t always mean you are weak, sometimes it means that you are strong enough to let go

Change is never easy. You fight to hold on. You fight to let go.

THE WONDER YEARS

Dalam perjalanan hidup, kita meraih sesuatu, mencintai sesuatu dan kehilangan sesuatu. Seorang anak mungkin harus ikhlas menyerah akan mimpinya menjadi pemain bola karena berbagai alasan, walaupun dia sudah investasikan waktu dan tabungannya. Seorang remaja mungkin harus putus dengan pacarnya karena berbagai alasan pula. Seorang pelajar muda mungkin harus menyerah masuk jurusan yang dia inginkan begitu hebat di perguruan tingginya, tentu dengan berbagai alasan pula.

Kebanyakan celoteh, saran, tulisan, artikel maupun buku tentang motivasi kehidupan seringkali menyuarakan bahwa kita harus bertahan, hold on, keep fightingnever give up atau apapun yang senada. Jarang sekali saya menemukan kalimat yang mengajarkan kita bagaimana caranya untuk “menyerah/mengalah/melepaskan/mengundurkan diri dengan baik,”. (Bagi mereka yang berlebaran mungkin Al-Baqarah:216 cukup menjadi pedoman)

Salah dua dari sekian jarang buku yang memperkenalkan bagaimana cara mengalah atau mundur tersebut adalah buku “Integrity” nya Henry Cloud dan “The Last Lecture”nya Randy Pausch.

Dalam bukunya Dr. Cloud bercerita bahwa dia pernah menjadi konsultan sebuah perusahaan yang merugi jutaan dolar akibat sang direktur secara emosional tidak mampu melepaskan sebuah agenda perusahaan yang betul-betul mentok alias buntu. Karena ketidakmampuan sang direktur untuk mengalah ini, dia telah mengantarkan perusahaannya jatuh mendekati kehancuran. Sang direktur memiliki integritas yang baik, dia juga dikenal sebagai seorang yang jujur. Tetapi dia juga tidak mampu menghadapi kenyataan bahwa dia harus kehilangan sesuatu yang telah dia invest. Padahal setiap pemimpin dari waktu ke waktu harus mampu mengalah atau mundur selangkah untuk melakukan regroup, recover dan meraih sukses.

Sedangkan Dr. Pausch dalam bukunya menulis, “Dengar, saya akan menemukan cara untuk bahagia, dan saya sangat senang kalau saya bisa berbahagia bersama mu, tetapi kalau saya tidak bisa berbahagia dengan mu, maka saya akan menemukan cara untuk berbahagia tanpa mu.” .

Kapan kita harus mundur atau mengalah, kapan juga kita harus tetap bertahan –seperti seorang keras kepala atau mungkin lembam tak berdaya– memang merupakan sebuah fungsi dengan variabel waktu dan keadaan. Tidak serta merta setiap menemukan kesulitan kita harus segera menyerah. Kata orang jepang “akinai san nen”, arti harfiahnya urusan itu tiga tahun baru terlihat kecenderungannya. Segala sesuatu itu perlu waktu. Tetapi sekali lagi bukan tanpa batas.

Terakhir ijinkan saya menutup celoteh ini dengan:

Some of us think holding on makes us strong, but sometimes it is letting go.

HERMAN HESSE

My Cloudy May of 2012

I thought I have always tried my best. But it seems that my best now isn’t good enough to meet the demands of any reality. It’s like walking a lonely road—an empty street of the broken dream. Like two and a half decades ago.

I thought my head has always guided me along. But it seems that my head now doesn’t have good reason to answer my question of any actuality. It’s like in unrecoverable ruins—a senseless spirit, a wounded motivation. Like twenty five years ago.

Ya Rabb, if the end of this road is my defeat, then lead me to lose it well. Lead me to keep myself unbending, so my faith can hold even stronger. But if it’s the opposite, then let the force be with me. Let me recover and regroup my integrity, so this life can shine on even brighter.

Page 2 of 3

SEMARAK FOUNDATION