Kennis is macht, karakter is meer.
(Knowledge is power, but character is more.)

anonymous

Orang orang bestari dahulu memberikan nasehat:

Berpikirlah yang baik, karena itu akan menjadi perkataanmu.
Berkatalah yang baik, karena itu akan menjadi perilakumu.
Berperilakulah yang baik, karena itu akan menjadi kebiasaanmu.
Peliharalah kebiasaan yang baik, karena itu akan menjadi watakmu.
Milikilah watak yang baik, karena itu membentuk nasibmu.

Untaian kalimat di atas sering diatributkan sebagai perkataan Ralph Waldo Emerson, Lao Tzu, Frank Outlaw, Gautama Buddha, atau Ayahnya Margaret Thatcher. Terlepas siapa yang mengatakan pertama kali sebenarnya. Perkataan itu sangat baik, dan layak untuk dibagikan. Seorang ahli falsafah Yunani, Heraclitus, sebelumnya telah merangkum tulisan di atas secara sederhana, “man’s character is his fate,” (watak seseorang itu, itulah nasibnya).

Watak, atau karakter akan membentuk nasib seseorang secara individu, dan watak pulalah yang menentukan nasib suatu kaum atau masyarakat.

Tuhan tidak akan mengubah nasib suatu kaum, sebelum kaum itu sendiri mengubah apa-apa yang ada pada diri mereka.

QS:13:11

Apabila kita lirik sedikit sejarah, kita tahu begitu banyak peradaban super hebat pada zaman baheula. Mereka bangkit dan runtuh, mereka tidak pernah abadi. Kebanyakan mereka runtuh bukan karena serangan lawan atau ditaklukan musuh secara tiba-tiba. Mereka runtuh karena kerusakan moral dari dalam, perlahan, senyap dan mungkin kurang disadari. Dari perspektif kebangsaan, seorang negarawan Romawi Kuno, Cicero, mengatakan bahwa “within the character of the citizen, lies the welfare of nations,” (Dalam lingkup watak warganegaranya, terletak kesejahteraan suatu bangsa).

Lalu apa watak itu? Watak adalah satu set qualitas sifat kita, seperti kejujuran, kerendahan hati, keberanian, tanggung jawab, keramahan, determinasi ketika menghadapi kesukaran. Watak di sini adalah moral, akhlak, budi pekerti. Nilai-nilai inilah yang perlu ditanamkan pada anak-anak kita, perlu diteruskan dari satu generasi ke generasi berikutnya. Bukan nilai A atau 100 untuk suatu bidang ilmu. Karena wataklah kelak yang akan membuat setiap individu mampu memanfaatkan potensinya, mampu mengatasi kekurangannya dan mampu bertahan dalam setiap perubahan.

Dan ingatlah selalu, bahwa Tuhan menurunkan Rosul di setiap jamannya dahulu lebih ke membangun watak dan menyempurnakan akhlak, daripada membangun kepintaran atau yang lainnya. Nabi Musa AS dengan integritasnya, Nabi Ibrahim As dengan komitmennya, Nabi Isa AS dengan kasih sayang dan empatinya, Nabi Muhammad SAW dengan kejujuran dan integritasnya dst.